Nama
organisasi Boedi Oetomo (Budi Utomo) tentu sudah sangat akrab di telinga kita
bukan? Organisasi yang ditetapkan kelahirannya pada tanggal 20 Mei 1908 silam
ini dianggap sebagai tonggak pertama kemunculan gerakan mencapai kemerdekaan
Indonesia walaupun pada saat itu organisasi ini awalnya hanya ditujukan bagi
golongan berpendidikan Jawa.
Nama-nama
seperti R.Soetomo, Goenawan Mangoenkoesoemo, Soeradji Tirtonegoro, Gondo
Soewarno, Soelaiman, Angka Prodjosoedirdjo, M. Soewarno, Mohammad Saleh, dan
RM. Goembrek dikenang sebagai pendiri Budi Utomo (para mahasiswa sekolah
kedokteran, School tot Opleiding van
Inlandsche Artsen-STOVIA) yang kerap berinteraksi dan berdiskusi dengan
pemikiran dr. Wahidin Soedirohoesodo selaku penggagas.
Beberapa tujuan pendirian organisasi Boedi Oetomo
al: (1) Menyandarkan kedudukan masyarakat Jawa, Sunda, dan Madura pada diri
sendiri (2) Berusaha meningkatkan kemajuan mata pencarian serta penghidupan
bangsa dengan memperdalam kesenian dan kebudayaan Menjamin kehidupan sebagai
bangsa yang terhormat (3) Memfokuskan pada masalah pendidikan, pengajaran, dan
kebudayaan (4) Membuka pemikiran penduduk Hindia Belanda seluruhnya, tanpa
melihat perbedaan keturunan, jenis kelamin, serta agama.
Sekalipun para penggagas dan pendiri didominasi
intelektual muda dari STOVIA, namun kepemimpinan organisasi ini dipegang oleh
golongan tua yang dianggap memiliki pengalaman di bidang organisasi. Kongres pertama
di Yogyakarta (3-5 Oktober 1908) berhasil menetapkan nama R.A.A.Tirtoekoesoemo,
Bupati Karanganyar, menjadi Ketua Boedi Oetomo.
Sekalipun Tirtokeosomo adalah Bupati Karanganyar
(dilantik tanggal 28 Maret 1903), namun tidak banyak masyarakat Karanganyar dan
Kebumen yang mengenalnya sebagai Ketua Boedi Oetomo pertama. Beberapa buku
sejarah hanya mengulasnya secara sekilas
Dalam
sebuah berita kewafatan R.A.A. Tirtokoesoemo yang dimuat surat kabar De Telegraaf (7 November 1924)
diperoleh keterangan berharga perihal prestasi dan dedikasi kerja beliau semasa
sebelum menjabat dan saaat menjabat sebagai Bupati Karanganyar. Sebagai anak
Bupati Madiun, Tirtokoesoemo meniti karir awal sebagai juru tulis (schrijver)
dari Hakim Kihsinger di Jawa Tengah. Karir perdananya inilah yang membuatnya
memiliki kemampuan berbahasa Belanda yang baik.
Karena
minatnya pada dunia pertanian maka Tirtokoesoemo melanjutkan ke sekolah
pertanian (Landbouwschool) dimana
Prof DR. Treub sebegai direkturnya. Tiga tahun kemudian menjadi seorang asisten
guru.
Berbekal
pengetahuan teoretis dan praktis tentang pertanian pribumi, Tirtokoesoemo
dipindahkan ke administrasi pribumi dan diangkat menjadi asisten Wedono dari
kecamatan Kedu di Afdeling Temanggung. Prestasi gemilangnya menuntun dirinya
menjadi seorang hakim pribumi dan patih (sekretaris) di Magelang.
Selain
menjabat sebagai Bupati Karanganyar dan Ketua Boedi Oetomo, Tirtokoesoemo
mendirikan Sekolah Wanita (Meisje School) dengan diketuai salah satu putrinya
yang bernama Raden Adjeng Soewito.
Beliau
menghabiskan masa pensiunnya pada usia 60 tahun dengan meneruskan minatnya
dalam dunia pertanian dan menanaminya dengan kelapa dan padi lahan seluas 40 H.A.
di desa Cikondang Kabupaten Cilacap (Teguh Hindarto, Mengenang Tirtokoesoemo:Ketua Boedi Oetomo - https://www.qureta.com/post/mengenang-tirtokoesoemo)
Keberadaan
R.A.A. Tirtokoesoemo sebagai Ketua Boedi Oetomo pertama dapat dilihat dari
penjelasan dalam sebuah artikel berjudul, Boedi-Oetomo
in tien jaren 1908-1918 (Sepuluh Tahun Boedi Oetomo 1908-1918) yang dimuat De Locomotief (5 Juli 1918) sbb:
Oleh karena itu, tanggal 5 Oktober
1908 dianggap sebagai hari berdirinya (de oprichtingsdag) Boedi Oetomo yang
seharusnya ditulis dengan huruf emas (gulden letters) dalam sejarah Jawa dan
Madura. Sesuai keputusan kongres pertama (het eerste congres), tujuan yang
hendak dicapai dipercayakan kepada R.A.A. Tirtokoesoemo, bupati Karanganjar
(Kedoe) saat itu, sekarang pensiun dan berkedudukan di Sidoredjo. Dia adalah
presiden pertama (de eerste president) dari pemerintahan utama Boedi Oetomo.
Nama
“Sidoredjo” yang dimaksud dalam surat kabar tersebut adalah “Sidareja” di
Cilacap. Sebagaimana keterangan surat kabar De Telegraf sebelumnya bahwa beliau menghabiskan masa tua di
Cilacap.
R.A.A. Tirtokoesoemo bukan hanya piawai di bidang birokrasi
dan pertanian namun beliaupun berkontribusi bagi pengentasan kemiskinan
masyarakatnya dengan mendirikan koperasi Sedija
Madjoe yang kelak akan menjadi sebuah perusahaan yang bergerak di bidang
pengumpulan kelapa untuk dibuat minyak (Teguh Hindarto, Wetan Kalu Kulon Kali: Mengenang Kabupaten Karanganyar Hingga
Penggabungan Dengan Kabupaten Kebumen 1936, Yogyakarta: Deepublish, 2021)
Melihat jasa baik dan berbagai kontribusi R.A.A.
Tirtokoesoemo di masa lalu, sudah selayaknya pemerintahan Kabupaten Kebumen
memberikan penghormatan dan menyematkan kenangan terhadap beliau dengan
menjadikan nama R.A.A. Tirtokoesoemo dan Boedi Oetomo menjadi sebuah nama jalan
di wilayah Kecamatan Karanganyar, kabupaten Kebumen.
Dengan menyematkan nama R.A.A. Tirtokoesoemo kita bukan hanya memberikan penghormatan melainkan memberikan informasi historis dan edukasi mengenai Karanganyar sebagai sebuah kabupaten (regentschap) bersama Kebumen yang berdiri sejak 1832-1935, sebelum akhirnya dihapuskan status kabupatennya dan digabungkan dengan Kebumen tahun 1936. Putranya yang bernama Iskandar Tirtokoesoemo Bupati Karanganyar terakhir dan pendiri Ziekenhuis Nirmolo atau Rumah Sakit Nirmolo yang sekarang menjadi Puskesmas Karanganyar.
Dengan menyematkan nama Boedi Oetomo kita
memberikan penghormatan dan pengakuan bahwa Ketua Boedi Oetomo pertama itu
adalah Bupati Karanganyar. Selama ini kita hanya mendengar nama besar dr
Wahidin atau dr Soetomo. Sekalipun R.A.A. Tirtokoesoemo bukan penggagas dan
pendiri, namun penunjukkan selaku ketua pertama Boedi Oetomo adalah sebuah
pengakuan mengenai kompetensi dan dedikasi beliau di bidang organisasi
Yang tidak kalah pentingnya adalah pemerintahan
daerah khususnya Kecamatan Karanganyar dapat memberikan penanda terhadap
kompleks makam keluarga R.A.A. Tirtokoesoemo dan R.A.A. Iskandar Tirtokoesoemo
di Karangkemiri dengan memberikan plang Cagar Budaya (Teguh Hindarto, Mencari Tirtoekoesoemo di Desa Karang Kemiri
- https://www.qureta.com/post/mencari-tirtoekoesoemo-di-desa-karang-kemiri).
Kiranya tulisan ini dapat menjadi landasan argumen
historis bagi para pemangku kepentingan terkait untuk menjadikan nama R.A.A.
Iskandar Tirtokoesoemo dan Boedi Oetomo sebagai nama jalan di Kecamatan
Karanganyar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar