Jika kita mengunjungi makam
Arung Binang VII di Kebejen, Kutawinangun, Kebumen maka kita hanya mendapatkan
keterangan tanggal dan bulan serta tahun wafat beliau yaitu 12 November 1945.
Mengapa tokoh penting ini sampai tidak terdeteksi tahun kelahirannya?
Bahkan foto Arung Binang VII yang terpajang –berdiri bersama seorang wanita muda duduk – di salah satu gedung pemerintahan Kabupaten Kebumen masih dipahami secara keliru sebagai Arung Binang IV. Padahal Arung Binang IV yang nama aslinya Mangundiwirdjo hidup di era sebelum teknologi fotografi berkembang yaitu 1831-1847, sementara teknologi fotografi baru berkembang di tahun 1850-an.
Melalui tulisan ini kita akan melakukan
sejumlah pelacakan dokumen mengenai siapa dan bagaimana kisah dan kiprah Arung
Binang VII dalam panggung pemerintahan Kebumen era kolonial. Jika kita
mengunjungi laman https://digitalcollections.universiteitleiden.nl
maka akan diperoleh keterangan sbb: KITLV A55 - Raden Adipati Ario Aroengbinang
van Keboemen met zijn jongste dochter (raden Adipati Ario Arung Binang dari
Kebumen bersama anak perempuannya yang termuda). Foto ini diabadikan oleh O.
Hisgen & Co semarang pada tahun 1930.
Sejak tahun bulan Mei 1906 telah berdiri
Fototechnisch bureau en handel in kunst en
fotoartikelen O. Hisgen en Co (Agen teknis foto dan perdagangan seni serta
artikel foto O. Hisgen and Co) di Semarang dengan pimpinannya O. Hisgen.
Perusahaan fotografi ini adalah kelanjutan dari perusahaan sebelumnya yang
bernama Fotographie O. Hisgen en Co yang didirikan tahun 1902.
Modal perusahaan sebesar f 40.000 dibagi
menjadi 400 saham, masing-masing saham bernilai sebesar f 100. Direkturnya
bernama Otto Hisgen, dan anggota dewan pengawas adalah Jacob Antonijsen, yaitu
pemegang surat kuasa di firma bernama G.C.T
Dorp en Co. Semarang dan Hendrik Hooy yang juga sebagai pengurus Perusahaan
Gula Kalimati (Batang) (De Locomotief,
18 Mei 1906)
Dalam laporan surat kabar yang sama
disebutkan bahwa Otto Hisgen diangkat di Amsterdam pada tahun 1896 oleh A.
Bisschop Sr. diminta bertindak sebagai direktur Photography Atelier A.
Bisschop, yang saat itu berlokasi di Semarang yang juga sebuah toko buku dengan
nama yang sama (De Locomotief, 10
Februari 1931).
Jika foto tersebut dibuat bertarikh
tahun 1930 maka kita dapat memastikan bahwa itu adalah foto Bupati Kebumen
Arung Binang ke-7 karena beliau memerintah sebagai bupati sejak tahun 1909
sampai 1935 ketika Karanganyar dihapuskan sebagai sebuah kabupaten.
Riwayat
Hidup dan Pendidikan serta Prestasi Kerja
Raden Adipati Ario Arung Binang VII
bernama asli Maliki Soerdjomihardjo. Dalam sebuah berita berjudul, Zilveren
Regentsjubileum alias perayaan pesta perak pemerintahannya yang dimuat De Locomotief (2 Maret 1934) diperoleh
biodata penting mengenai kelahiran dan perjalanan pendidikan serta karir Arung
Binang VII.
Beliau dilahirkan pada tanggal 18 Juni
1866 di Wonosari Regentschap (kabupaten) Kebumen. Maliki Soerjomihardjo berhasil
menyelesaikan sekolah yang diperuntukan untuk anak-anak pemimpin pribumi dan
pribumi terkemuka lainnya di Magelang, yang untuk ini ia dianugerahi diploma
akhir pada 12 Juni 1886.
Maliki membutuhkan waktu tiga tahun
untuk menyelesaikan sebuah kursus yang lamanya empat tahun. Pada akhir sekolah
ia bekerja selama 1/2 tahun sebagai pegawai landraad (pengadilan dalam negeri)
dari Kebumen dan Karanganyar, kemudian selama 1/2 tahun berikutnya sebagai
kontrolir binnenland bestuur
(pemerintahan dalam negeri) di Kebumen. Tentu saja, seperti biasa pada waktu
itu, dia tidak menerima gaji selama tahun itu.
Kemudian pada tanggal 25 April 1887,
Maliki diangkat menjadi schrijver (juru tulis) pada jaksa utama di Purworejo,
setelah itu diangkat pada tanggal 22 Desember 1887 sebagai mantri di saluran air Kaligending
(Kebumen). Karena penghentian pekerjaan di bidang ini, Maliki mendapatkan
pembayaran redundansi (wachtgeld-stelling). Selama gaji redundansi itu ia
mencari dan mendapatkan pekerjaan sebagai pegawai tambahan di Dinas Pengairan,
Serayu.
Pada tanggal 28 September 1890, Maliki
Soerjomihardjo diangkat menjadi asisten
wedono kelas 2 di Bedoeg (Purworejo), kemudian pada tanggal 7 Mei 1898 diangkat
sebagai asisten wedono kelas 1. Dilanjutkan pada tanggal 29 Juli 1903 diangkat
sebagai wedono dari Tegalredjo (Magelang). Dengan Gouvernementsbesluit van 4 Maart 1909 No. 3 (Keputusan Pemerintah
tanggal 4 Maret 1909 No. 3), Maliki Soerdjomihardjo kemudian diangkat sebagai
Bupati Kebumen menggantikan Mangundirdjo alias Arung Binang VI (1884-1908).
Selama menjabat sebagai bupati di
Kebumen, sejumlah prestasi dan penghargaan telah diraihnya al., Tanggal 21
Agustus 1920, diianugerahi gelar Adipati. Pada tanggal 20 Agustus 1922
dianugerahi penghargaan untuk menerima songsong
(payung kehormatan) kuning. Pada tanggal 21 Agustus 1926 dianugerahi goude ster (bintang emas besar).
Pada tanggal 20 April 1927 menerima
ucapan selamat yang dilampirkan oleh Gubernur Jenderal sehubungan dengan 40
tahun pengabdiannya kepada pemerintahan Hindia Belanda. Surat yang paling
apresiatif, mengakui bupati sebagai kepala staf yang sangat terampil dan setia
(een zeer bekwaam en trouw hoofdambtenaar).
Kemudian pada tanggal 26 Agustus 1931. (Dekrit Kerajaan), diangkat sebagai Officier der Orde van Oranje Nassau
(Perwira Ordo Oranye Nassau).
Arung
Binang VII dan Kontribusinya Bagi Pembangunan Masyarakat Kebumen
Berdasarkan pidato sambutan yang
disampaikan Residen Kedu bernama Linck pada pesta perak (het zilveren feest) 25 tahun pengabdian Arungbinang VII yang
dimulai tahun 1909 hingga tahun 1934 saat mana perayaan dilaksanakan, kita
mendapati sejumlah data penting mengenai silsilah dan kepemimpinan dinasti
Arungbinang sebagaimana dilaporkan De
Locomotief, bertanggal 6 Maret 1934 (Teguh Hindarto, Bukan Kota Tanpa Masa Lalu: Dinamika Sosial Ekonomi Kebumen Era Arung
Binang VII, 2020:27-29) sbb:
Selain peningkatan peternakan di kawasan
Mirit, berbagai pembangunan jalan mengalami peningkatan secara signifikan.
Dikatakan dalam pidato sambutan Residen Kedu yaitu Linck bahwa dari 208 desa,
hanya tersisa 16 desa yang belum dapat diakses oleh kendaraan (de 208 desa’s er slechts 16 niet per auto bereikbaar zijn)
Pendidikan publik dan sistem kredit
berkembang pesat. Budidaya tanaman pangan selain beras sangat digiatkan, yaitu
perkebunan kedelai. Demikianpula dengan budi daya penanaman pohon kelapa
mendapat perhatian penuh dari Arungbinang VII.
Dengan nada memuji, Residen Linck mengatakan, “Anda telah terbukti sebagai bupati yang layak yang membela kebutuhan rakyatnya - dari tradisi agungnya yang terpercaya yaitu Bagoes Sangkrip - yang adalah Bapak Kabupaten, bahkan sekarang telah berhasil mengendalikan turbulensi, trah Aroeng Binang yang sesungguhnya”. Maksud pernyataan, “bahkan sekarang telah berhasil mengendalikan turbulensi” (ook nu de woelingen heeft weten te beheerschen) adalah mengatasi situasi krisis ekonomi Hindia Belanda yang berawal dari Depresi Ekonomi yang berpusat di Amerika sejak tahun 1929 dan melanda seluruh Eropa dan Asia bahkan Hindia Belanda.
Masih terkait dengan kontribusi dan
prestasi Arungbinang VII, dalam sebuah artikel yang ditulis oleh H.C.
Zentgraaff dengan judul, Er is Een Tijd
van Komen en Gan yang dimuat surat kabar De Locomotief (3 Februari 1936) diberikan sebuah penegasan perihal
kinerjanya yang membuat perbedaan signifikan saat mana memulai tugasnya sebagai
bupati hingga menjelang paripurnanya tugas dengan menuliskan, “Dia membuat
perbedaan antara Kedu Selatan hari ini dan periode pertama pelayanannya” (Hij maakt vergelijkingen tussen het Zuid
Kedoe van thans en dat van de eerste periode van zijn diensttijd).
Perbedaan signifikan apa yang telah
Arungbinang VII lakukan selama pemerintahannya? Salah satunya adalah
mempercepat jalur tempuh kereta kuda. Saat awal menjabat, 50% desa tidak mudah
ditempuh dengan kereta kuda namun di masa dirinya menjabat bupati dari 208
desa, sebanyak 192 dapat ditempuh dengan lebih mudah. Kedua, saat pertama kali menjabat, ada lebih sedikit sawah
dibandingkan sekarang serta kurangnya perhatian dalam penanaman (Teguh
Hindarto,2021:30-31).
Arungbinang
VII Di Mata Rakyatnya
Yang menarik dari artikel yang dibuat
H.C. Zentgraaff yang berjudul, Er is een Tijd van Komen en Gan adalah saat mana
dia memberikan deskripsi bagaimana sosok bupati di mata masyarakatnya. Dari
penggambaran tersebut kita melihat betapa sosok Arungbinang VII memperlihatkan
sifat dan sikap yang tidak hanya menempatkan diri sebagai pejabat tinggi namun
juga dekat dengan rakyatnya.
Disebutkan adanya sejumlah penduduk yang
sedang memiliki sejumlah persoalan dia akan mendatangi ke kabupaten dengan
berjongkok kemudian mencurahkan isi hatinya kepada sang bupati. Karena bupati memiliki
kontak yang sangat dekat dengan rakyatnya, maka banyak orang besar maupun kecil
menyambanginya untuk meminta sejumlah nasihat.
Bahkan ketika sejumlah orang menjadi
gelisah dalam pergolakan semua jenis hal-hal aneh dan baru, baik mengenai pesta
atau dalam membahas masalah pertanian, memilih hari-hari yang baik, kapan hari
baik memulai bekerja serta untuk semua hal-hal yang begitu disukai oleh orang
Jawa di luar tempat-tempat besar, mereka pergi ke kabupaten, pusat kehidupan
masyarakat (het centrum van het volksleven).
Bupati akan memberikan saran yang baik, sesuai dengan
kemampuannya. Dan dia mengajar mereka, mengenai "mongso" penanaman,
untuk melihat posisi bintang-bintang, terutama dalam kaitannya dengan
"goeboek mentjèng" atau tempat orang Jawa di Jawa Tengah mengorientasikan
diri untuk pekerjaan.
Seorang pemimpin bukan hanya sekedar
disegani namun selayaknya dekat di hati rakyat yang dipimpinnya. Pemimpin,
bukan sekedar menempatkan dirinya sebagai pengendali keputusan di tingkat
paling atas dari struktur kekuasaan namun menjadi seseorang yang mengayomi
rakyat yang dipimpinnya dengan kekuasaan yang dimilikinya. Peran kepemimpinan
Arungbinang VII yang piawai mengatasi krisis ekonomi pada masanya namun tetap
dekat dengan rakyatnya bisa menjadi role model kepemimpinan pemerintahan daerah
masa kini (Teguh Hindarto, 2020:34-36).
Demikianlah kisah dan kiprah Bupati
Kebumen Arung Binang VII yang bernama Maliki Soerdjomihardjo. Di masa beliaulah
Karanganyar dihapuskan sebagai kabupaten dan pada tahun 1936 digabungkan ke
Kebumen dan Kabupaten Kebumen menerima status baru sebagai vergroote
regentschap (kabupaten yang diperluas) dan dipimpin oleh adik Arung Binang VII
yaitu R.A.A. Sosrohadiwidjojo yang sebelumnya menjabat Bupati Demak.
Masa pemerintahan Arungbinang VII
(1909-1936) adalah masa-masa di mana modernisasi sedang melanda Jawa termasuk
Kebumen. Modernisasi yang terjadi meliputi modernisasi bidang industri,
modernisasi bidang transportasi, modernisasi bidang pendidikan, modernisasi
bidang hiburan, modernisasi bidang kesehatan (Teguh Hindarto, 2020:38).
Kiranya tulisan ini dapat menghantarkan
kita memahami masa lalu kota dengan lebih baik dan mengambil pelajaran berharga
dari semua yang telah terjadi untuk masa kini dan masa nanti.
Artikel ini pernah dimuat di Qureta.com
(2023)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar