Sore yang terik dan cerah, akhirnya penulis berkesempatan untuk menelusuri lokasi di mana mata air panas yang mengandung mineral dan ditemukan dan dimanfaatkan kegunaannya oleh seorang pengusaha bernama Chaskel Rapaport atau yang di surat-surat kabar Hindia Belanda dengan Ch. Rapaport (Teguh Hindarto, Mengenal Chaskel Rapaport: Dari Pensiunan Militer Belanda menjadi Pengusaha di Gombong - https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2023/07/ch-rapaport-dari-pensiunan-militer.html
Mata
air panas ini sekarang dimanfaatkan oleh oleh masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan pasokan air warga sekitar dan perkantoran Balai Besar Wilayah Sungai
(BBWS).
Ditemani
dengan Mba Alona dan Mas Toni dan Pak Noor Adi serta kawan-kawan dari Pokdarwis
Dukuh Kaliputih setempat (Mas Fajar dkk), kami mendaki perbukitan di Dukuh
Karangjoho Desa Sempor Kecamatan Sempor di mulai dari titik tidak jauh dari
tempat penjualan air minum yang dikelola oleh Bumdes Dukuh Karangjoho.
Cukup
menantang dan melelahkan karena jalan setapak berada di lereng perbukitan yang
banyak ditumbuhi pepohonan dan semak-semak. Di bawah pohon Bulu yang besar
terdapat lokasi mata air yang sudah ditutup dengan sumur dan dipasangi
pipa-pipa.
Dengan
susah payah akhirnya kami mencapai lokasi di mana Rapaport pertama kali
menginjakkan kakiknya pada sebuah tanah yang basah dan mengalirkan air hangat,
saat mana di hari Minggu tahun 1907 dia biasanya berekreasi dan berburu.
Keberadaan
sumber air panas Sempor ini semula hanya dimanfaatkan untuk pendirian pabrik
minuman berkarbonasi pada tahun 1907. Dalam sebuah laporan berita berjudul, De Miniraalwater-Bron Nabij Sempor yang
dimuat surat kabar Soerabaijasch
Handelsblad (21 Mei 1907) memberikan deskripsi menarik mengenai rute dan
lokasi serta keberadaan pabrik sbb:
“Jika menyewa gerobak di Gombong, Kedoe, bisa sampai di desa Sempor
yang terletak di kecamatan Kedoeng Wringin, setelah menempuh lima paal (7,5
km), ketika seseorang melintasi Kali Bodjong, seseorang datang lagi di jalan
utama. Setelah mengikutinya sekitar sepuluh menit, belok kiri akan membawa Anda
kembali ke kali de Sampang (karena jembatan disana sudah lama jebol dan tiang
besi yang menumpuk di jalan masih menunggu Burgerlijke
Openbare Werken - Pekerjaan Umum Sipil siap)
Anda
harus menyeberanginya lagi dan Anda akan menemukan diri Anda berada di depan
sebuah gunung, di sepanjang lerengnya ada jalan yang mengarah ke atas. Setelah
menaiki seratus anak tangga, akhirnya sampai di sebuah dataran kecil, di mana
beberapa kuli sibuk mendirikan kerangka kokoh, yang akan menjadi tulang
punggung pabrik yang akan dibangun di sini. Di pabrik itu saluran batu (de steenen leiding) yang membawa air
dari sumur akan berakhir. Air mineral tersebut kemudian dikarbonasi (koolzuur) di pabrik, setelah itu layak
untuk dijual”.
Dalam
perkembangannya di tahun 1910, Ch. Rapaport mulai memanfaatkan keberadaan air
panas menjadi sebuah sarana pemandian bagi orang-orang Belanda. Selain itu sebuah
hotel di dirikan tidak jauh dari lokasi pemandian air panas tersebut. Sebuah
hotel? Sebuah pemandian air panas? Jika benar pernah ada, di manakah lokasinya?
Sebuah
artikel berjudul, Het Sempor Hotel Nabij
Gombong melaporkan testimoni orang Belanda yang tinggal di Cilacap ingin
meninjau dan menikmati hotel dan pemandian air panas yang didirikan saat
perayaan Paskah sebagaimana
dilaporkan surat kabar De Locomotief, 7
April 1910 (Teguh Hindarto, Melacak jejak
Mata Air Panas, Perusahaan Air Minum Berkarbonasi, Pemandian Air Panas serta
Hotel Milik Ch. Rapaport di Sempor Gombong – Naskah ini tidak
dipublikasikan). Para pengunjung dari Cilacap tersebut memberikan deskripsi
lokasi jalan menuju lokasi yang tidak jauh berbeda dengan testimoni tahun 1907
sbb:
“...kami
tiba di Gombong jam sepuluh. Dari sana berangkat dengan delman ke pegunungan
melalui jalan yang agak buruk...Jalannya sempit dan kami selalu takut bahwa
kami akan berakhir di selokan dengan gerobak dan sebagainya. Setelah sekitar 45
menit berkendara, kami tiba di kali, yang harus kami seberangi dengan gerobak
dan sebagainya...Pemilik hotel, Tuan Rapaport, sudah lama meminta izin untuk
menjembatani kali ini, tetapi masih belum mendapat izin...”
(foto milik Uri Rapaport, koleksi Teguh Hindarto)
Bagaimana
dengan suasana hotel? Para pengunjung dari Cilacap tersebut memberikan gambaran
yang membuat kita dapat berimajinasi sbb:
“Tadinya
kami berharap akan melihat semacam pasanggrahan dan begitu terkejut melihat
sebuah bangunan batu yang tertata rapi dan indah di depan kami. Bangunannya
menjulang tinggi di atas tanah. Di tengah adalah ruang biliar dengan meja
biliar yang dapat dimainkan dan piano (biljartzaal
met een bespeelbaar biljart en een piano) dan kami disambut di sana oleh
pengurusnya, Tuan Dirks, yang segera terbukti sebagai pria yang sangat
membantu”. Wow, tahun 1910 sudah sedemikian lengkapnya fasilitas penginapan
yang berlokasi di sebuah desa bernama Sempor.
Menariknya,
suasana pemandian air panas dijelaskan sbb:
“Beberapa
meter dari hotel terdapat kolam renang tertutup yang indah, sepenuhnya dilapisi
dan dilengkapi dengan dua ruang ganti, airnya suam-suam kuku dan jernih indah.
Tangki berukuran sekitar 20 kali 10 meter dan Anda dapat mengatur sendiri
kedalamannya. Di dekat bak ini terdapat 8 kamar mandi dengan shower, wastafel,
dan bak batu, sehingga orang yang tidak suka berenang bisa menikmati guyuran
sembari duduk atau di dalam bak mandi”
Bagaimana
dengan pabrik air mineral berkarbonasi alias limun? Selanjutnya disebutkan,
“Tepat di seberang kamar mandi, tetapi lebih tinggi, adalah pabrik limun di
mana semuanya terlihat rapi dan 1000 botol sehari dapat diproduksi hanya dengan
beberapa orang yang bekerja”
Di
mana lokasi pabrik air mineral berkarbonasi dan di mana pula lokasi pemandian
air panas serta hotel yang dikelola Rapaport? Tidak mudah menemukannya. Dari
hasil testimoni warga, di lokasi sebuah warung yang berada di bawa jalan aspal
yang sudah mendekati sungai Sampang di sana pernah berdiri sebuah pabrik limun.
Jika benar testimoni dan ingatan warga maka di lokasi tersebut tentu saja
lokasi pemandian air panas dan hotel berada.
Jika
melihat dalam perspektif masa kini nampaknya tidak memungkinkan lokasi ketiga
tempat tersebut berada di dekat sungai yang menjadi bagian dari Waduk Sempor. Namun
di tahun 1907-1920 di mana Rapaport melaksanakan bisnisnya tersebut belum ada
Waduk Sempor dan di antara genangan air waduk dahulunya adalah lokasi desa
Sempor. Jalan aspal yang saat ini membelah Sempor menuju Sampang pun baru
dibuka dan diaspal tahun 1938. Maka lokasi pabrik limun dan hotel serta
pemandian air panas Rapaport berada di kawasan perbukitan yang tidak jauh dari
sungai Sampang saat ini.
Sebagaimana
semboyan yang kerap penulis sampaikan, “Masa lalu kunci memahami masa kini”. Demikianlah
untuk memahami keberadaan mata air panas Sempor di wilayah Dukuh Karangjoho masa
kini, tentu saja harus melacak jejak dokumen di masa lalu.
Akhirnya
kami semua berhasil turun dari lokasi mata air, sekalipun diselingi drama kurang
lebih 30 menit di mana istri penulis dan mas Tony sempat bersimpang jalan
antara yang turun dan yang naik. Setelah dapat ditemukan, kembalilah kami
pulang dengan kepuasan menemukan apa yang terlupakan namun telah dituliskan
dalam surat kabar pada suatu zaman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar