Sebuah
kompleks pemakaman dengan pintu gerbang megah bertuliskan Makam Tumenggung
Kalapaking tegak berdiri di perbukitan kecil di tepi jalan Desa Kalijirek,
Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen. Jika kita memasuki kompleks pemakaman di
dalamnya ada banyak nama yang dikebumikan namun yang utama dan telah dikenal
masyarakat Kebumen adalah Tumenggung Kolopaking (I-V). Ada beberapa nama lain
yang mungkin kurang begitu dikenal namun namanya tertulis dalam sejumlah naskah
babad yang dimiliki oleh masyarakat Banyumas yaitu trah Wongsonegoro (I-V) dan
disebut sebagai Ngabehi Kalijirek.
Siapakah
Tumenggung Kolopaking? Siapakah Ngabehi Wangsanegara? Sebelum Kebumen
ditetapkan sebagai administrasi baru pasca Perang Jawa berakhir (1830), adalah
Panjer nama wilayah yang berada dalam kekuasaan Mataram. Tumenggung Kolopaking
I-IV berkuasa di Panjer sampai pecah Perang Jawa. Kolopaking adalah perubahan
nama dari kalapa aking. Saat terjadi pemberontakan Trunajaya (1677), Sunan
Amangkurat menyingkir dari Plered dan tiba di Panjer (Teguh Hindarto, Dari Panjer Menjadi Kebumen: Sebuah Kronik
Singkat - https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2022/10/dari-panjer-menjadi-kebumen-sebuah.html).
Makam Trah Kolopaking
Sunan
Amangkurat menjadi segar badannya setelah meminum air kelapa aking (versi lain
menyebutkan terkena racun) yang disuguhkan Ngabehi Kertawangsa. Jadilah julukan baru Ngabehi
Kalapaking I alias Ki Gede Panjer Roma III. Dalam babad versi Banyumas, Kiai
Kertawangsa (Kolopaking I) turut terlibat aktif dalam pencarian tanah
peristirahatan bagi Sunan Amangkurat I yaitu di tegal arum atau Tegal (Budiono
Herusatoto, Banyumas: Sejarah, Budaya,
Bahasa dan Watak, 2008:71).
Kertawangsa
berputra Bagus Mandangin (Mandingen) dan bergelar Kalapaking II alias Ki Gede
Panjer Roma IV. Bagus Mandangin berputra Kertawangsa Sulaiman dan bergelar
Kalapaking III alias Ki Gede Panjer Roma V.
Tokoh
Kertawangsa Sulaiman yang bergelar Kalapaking III alias Ki Gede Panjer Roma V
dalam Serat Sujarah Banyumas tidak disebut Kolopaking III melainkan Kertawangsa
III. Yang berjuluk Kolopaking III adalah justru Kertawangsa IV.
Di
masa Kertawangsa Sulaiman alias Kalapaking III (versi Kebumen) inilah terjadi
Geger Pacina dan Kertawangsa Sulaiman terlibat membantu Pangeran Garendi yang
bersekutu dengan pasukan Tionghoa.
Dalam versi Kebumen yang ditulis oleh Alm. Tirtowenang Kalapaking dalam Sejarah Silsilah Wiraseba Banyumas, Ki Ageng Mangir–Kolopaking–Arung Binang, Trah Kolopaking (2006) beliau ini beristrikan wanita Tionghoa yang pernah menyamar sebagai prajurit Tionghoa lelaki. Namanya Tan Peng Nio (Teguh Hindarto, Jejak Samar Pendekar Tionghoa - https://www.academia.edu/44430949/TAN_PENG_NIO_JEJAK_SAMAR_PENDEKAR_TIONGHOA). Menariknya, beberapa teks Babad Banyumas tidak mengenal nama dan kisah Tan Peng Nio ini. Jika Alm.Tirtowenang Kolopaking tidak menuliskan kisah Tan Peng Nio walaupun singkat maka kisahnya hanya akan dikenang dalam ingatan yang terbatas setelah pergantian generasi (Teguh Hindarto, Mengenang Tirtowenang Kolopaking, Mengapresiasi Legacy yang Ditinggalkannya - https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2023/01/mengenang-tirtowenang-kolopaking.html)
Saat
Perang Jawa pecah, Panjer dipimpin Kertawangsa IV alias Kalapaking IV (teks
Banyumas hanya mengenal Kalapaking III) alias Ki Gede Panjer Roma VI.
Tokoh
Kolopaking (I-V) tercatat dalam naskah babad yang berhubungan dengan Banyumas,
meski hanya 3 naskah babad dari 62 naskah. Yang pertama adalah Serat Sudjarah
Banyumas (terbitan tahun 1921 aksara Jawa yang dilatinkan tahun 1970) dan Tedhakan Serat Soedjarah Joedanegaran
(koleksi Museum Sana Budaya Yogyakarta tanpa tahun) serta Inti Silsilah Sejarah Banyumas (1969) (Sugeng Priyadi, Sejarah dan Kebudayaan Kebumen,2004:82-94).
Selain
tiga naskah di atas juga tercatat dalam buku Sejarah Dinasti Kanjeng Raden Adipati Tumenggung Kolopaking Pendopo
Panjer Rooma Kebumen (1997) karya Alm.Tirtowenang Kolopaking dan direvisi serta diterbitkan ulang dengan
judul, Sejarah Silsilah Wiraseba
Banyumas: Kiai Ageng Mangir, Kolopaking, Arung Binang (2006) serta Dongeng Karang Sambung (1987).
Terlepas
antar naskah memiliki varian narasi namun dan pentarikhan yang bisa jadi keliru
namun keberadaan babad tersebut berkontribusi memberikan gambaran keberadaan
sebuah wilayah vasal Mataram bernama Panjer (pasca Perang Jawa berakhir 1830
berganti menjadi Kebumen) dan para pemimpin wilayah mulai dari Bodronolo (putra
Ki Ageng Mangir) hingga trah Kolopaking I-V.
Mengapa
tokoh Kolopaking I-V tercatat dalam naskah babad yang berhubungan dengan dengan
Banyumas yaitu Serat Sudjarah Banyumas dan Tedhakan Serat Soedjarah
Joedanegaran ? Karena saudara Tumenggung Kolopaking I (alias Kyai Bagus Kertowongso,Ngabehi
Panjer) yaitu Wangsanegara I (alias Kyai Bagus Kertodipo, Ngabehi Kalijirek)
kelak akan menurunkan generasi pengganti yaitu Wongsonegoro V. Anak perempuan
Wongsonegoro V diperistri Kanjeng Raden Adipati Bratadiningrat (alias
Mertadiredja I), Bupati Kanoman Banyumas. Dalam Serat Sujarah Banyumas
disebutkan nama dan gelar Wangsanegara I-V sbb: Kyai Bagus Kertodipo bergelar
Wongsonegoro I, Bagus Ompong bergelar Wongsonegoro II, Bagus Kucir/Sutrapata I
bergelar Wongsonegoro III, Bagus Suta/Sutrapata II bergelar Wongsonegoro IV,
Bagus Sutrapata III bergelar Wongsonegoro V (Drs. Sugeng Priyadi, M.Hum., Sejarah dan Kebudayaan Kebumen,
2004:85).
Namun
jika kita memeriksa makam Kolopaking di desa Kalijirek khususnya trah
Wangsanegaran hanya tertulis nama Wongsonegoro I. Sisanya menggunakan nama diri
tanpa gelar. Beberapa makam disamping Wongsonegoro I adalah Kyai Adipati Empang
(jika merujuk naskah Serat Sujarah Banyumas bernama Bagus Ompong alias
Wongsonegoro II), Kyai Dipati Koetjir ((jika merujuk naskah Serat Sujarah
Banyumas bernama Bagus Kucir), Kyai Wongsodipo, Kjai Tirtodirjo (mungkin
keduanya adalah Bagus Suta alias Wongsonegoro IV dan Bagus Sutrapata alias
Wongsonwgoro V menurut Serat Sujarah Banyumas).
Makam Wongsonegoro I,II,III
Tahun
1816-1830 Banyumas pernah dibagi dua menjadi Banyumas Kasepuhan (dipimpin Raden
Adipati Cakrawedana) dan Banyumas Kanoman (Raden Adipati Bratadiningrat).
Pembagian Banyumas sebelum Perang Jawa meletus ini terkait dengan pemecatan
Yudanegara V, Bupati Banyumas oleh Kasunanan dikarenakan berani menanam
beringin kembar di alun-alun Banyumas sehingga dituduh melakukan mirong kampuh
jingga alias permberontakan (Prof. Dr. Sugeng Priyadi, M.Hum, Sejarah Kota Banyumas (1571 Hingga Kini),2018:48).
Ketiga
naskah babad ini memberikan informasi penting perihal kedudukan Panjer dan
Kalijirek pada masa lalu. Bahkan dalam Inti Silsilah Sejarah Banyumas
disebutkan bahwa sebagian Panjer dahulu pernah dikuasai Banyumas Kasepuhan dan
sebagian Panjer dikuasai Banyumas Kanoman.
Daerah
kekuasaan Banyumas Kasepuhan (Raden Adipati Cakrawedana) meliputi; Adireja,
Adipala, Purwokerto, sebagian Panjer (dipimpin Raden Ngabehi R Raden Adipati
Cakrawedanaeksapraja), sebagian Banjarnegara. Adapun daerah kekuasaan Banyumas
Kanoman (Raden Adipati Bratadiningrat) meliputi: Sokaraja, sebagian Panjer
(Raden Ngabehi suradiredja yang kemudian berganti menjadi Raden Ngabehi
Wangsabrata), sebagian Banjarnegara (Dr. Tanto Sukardi, M.Hum., Tanam Paksa di Banyumas: Kajian mengenai
Sistem, Pelaksanaan dan Dampak Sosial Ekonomi, 2014:17-18)
Karena
trah Arung Binang kelak akan bertemu dengan trah Kolopaking dalam konflik
Perang Jawa (1825-1830) di mana trah Kolopaking berpihak kepada Pangeran
Diponegoro sementara trah Arung Binang di pihak Kasunanan yang dibantu pasukan
Belanda, maka penting menyelami masing-masing pihak yang pernah berseteru
dengan membaca babad versi kedua belah pihak.
Jika
hendak memahami trah Arung Binang dan kaitannya dengan Jaka Sangkrip (Arung
Binang I) sebagai trah Pangeran Bumidirjo maka dapat membaca naskah babad
seperti Babad Arungbinangan (1937), Babad Arung Binang (tanpa tahun), Babad Kebumen (1953). Sayangnya
naskah-naskah ini tidak tersedia di Perpusda Kebumen ataupun di masyarakat
Kebumen melainkan di perpustakaan perguruan tinggi di luar Kebumen (Teguh
Hindarto, Pelacakan dan Pemanfaatan
Naskah Babad Kebumen dan Sumber-Sumber Kolonial Sebagai Sumber Sejarah Kota
- https://www.academia.edu/49448472/PELACAKAN_DAN_PEMANFAATAN_NASKAH_BABAD_KEBUMEN_DAN_SUMBER_SUMBER_KOLONIAL_SEBAGAI_SUMBER_SEJARAH_KOTA).
Sementara
jika hendak memahami trah Kolopaking dan keterkaitannya dengan Bodronolo
sebagai trah Mangir dapat membaca Serat
Sudjarah Banyumas (terbitan tahun 1921 aksara Jawa yang dilatinkan tahun
1970) dan Tedhakan Serat Soedjarah Joedanegaran
(koleksi Museum Sana Budaya Yogyakarta tanpa tahun) dan Inti Silsilah Sejarah
Banyumas (1969) serta Sejarah Dinasti
Kanjeng Raden Adipati Tumenggung Kolopaking Pendopo Panjer Rooma Kebumen
(1997)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar