Sebuah foto yang memperlihatkan
kehidupan masyarakat Kebumen yang membawa gerobak berisikan pring (bambu) di sekitar tahun
1920-1930-an dengan mengambil lokasi di sekitaran alun-alun.Tidak begitu jelas
apakah di alun-alun utara di mana pendopo dan rumah regent (bupati) berada atau dari arah alun-alun selatan di mana
terletak Hotel Juliana (Teguh Hindarto, Melacak
Jejak Kisah Hotel Juliana di Kebumen - https://www.qureta.com/post/melacak-jejak-kisah-hotel-juliana-di-kebumen).
Nampak roda gerobaknyapun masih begitu
sederhana berupa bulatan kayu. Tidak jauh dari orang tua dan seorang anak
membawa gerobak berisikan bambu tersebut terdapat sebuah gardu listrik
A.N.I.E.M (Teguh Hindarto, Kapan Jaringan
Listrik Masuk Kebumen? http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2020/12/de-electrische-straatverlichting-lampu.html)
Omong-omong soal bambu, di masa lalu
keberadaan bambu masih menjadi bagian yang penting dalam kehidupan masyarakat
mulai dari membangun rumah, pagar rumah, gardu, jembatan, topi dan perkakas sehar-hari
lainnya. Bahkan keberadaan topi anyaman bambu di Grujugan sudah dikenal sejak
era kolonial (Teguh Hindarto, Gereja
Berlonceng Kuning di Kampung Tudung - https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2021/06/gereja-berlonceng-kuning-di-kampung.html).
Selain itu, bambu dimanfaatkan juga untuk membuat gethek (rakit) yang biasa
dipakai untuk menyebrangkan masyarakat Kebumen yang hendak menuju Pejagoan
demikian sebaliknya. Pada waktu itu belum dibangun jembatan besi seperti
sekarang ini (Teguh Hindarto, Gethek (Jembatan)
dan Brug di Pejagoan - http://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2021/02/gethek-dan-brug-jembatan-di-pejagoan.html).
Ketika zaman semakin mengalami perkembangan
dan kemajuan dengan dipasarkannya sejumlah logam, besi untuk kebutuhan perkakas
rumah maka perlahan masyarakat mulai beralih dari media bambu ke media yang
lebih kokoh.
Sebuah berita menarik berjudul, Ijzeren Wahcthuisjes (Gardu Besi/Pos
Jaga Besi) yang dimuat surat kabar Deli Courant 931 Januari 1929) melaporkan
sebuah perubahan penggunaan perkakas dari besi untuk membuat sebuah gardu jaga.
Disebutkan dalam berita tersebut bahwa Lurah Kebumen dan sekaligus sebagai
ketua Bekel di Kebumen melakukan sebuah proses uji coba membuat gardu jaga
terbuat dari besi di luar kebiasaan yang sudah-sudah di mana digunakan bahan
dari kayu, bata serta bambu.
Rangka bangunan pos jaga ini terbuat
dari besi sementara dinding serta atapnya terbuat dari pelat seng serta dibuat
agak lebih lebar dibandingkan gardu pengawas militer. Bahkan bangkunya pun
didesain terbuat dari besi dan hanya dibuat dua untuk mencegah penjaga mudah
tertidur pulas jikalau berbentuk kursi kayu memanjang
Disebutkan pula dalam berita tersebut,
hasil inovasi lurah Kebumen tersebut dipajang dalam sebuah pertemuan di depan
kantor Patih Kebumen sehingga banyak banyak lurah yang hadir dapat melihat
prototipe tersebut. Perusahaan Tionghoa bernama Sie Tjai Bing dilaporkan
menerima puluhan pesanan dari berbagai desa untuk membuat gardu jaga tersebut.
Ternyata di tahun 1929 sudah ada inovasi dari seorang lurah ya? Jika di masa
kini mungkin setara dengan penggunaan rangka baja dan galvalum yang menghiasai
sejumlah rumah barangkali ya?
Apakah kebutuhan dan pasar bambu semakin
kehilangan relevanasinya di masa kini? Tentu tidak. Sampai hari ini bambu masih
tetap dipergunakan untuk kebutuhan partisi sebuah bangunan atau membuat
sejumlah resto bernuansa etnik serta tudung-tudung terbuat dari bambu.
Foto di atas memperlihatkan bagaimana
pesanan bambu masih menjadi bagian dari kehidupan sosial ekonomi masyarakat
Kebumen. Menariknya, tidak jauh berbeda cara membawanya ya? Masih di bawa
dengan gerobak dan ada orang yang berlari di depan. Hanya bedanya dikawal
dengan sepeda motor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar