Sabtu, 14 September 2024

HOLLANDSCH CHINEESCHE SCHOOL (HCS) KEBUMEN KALA MASA

Sumber Foto: Schetsen en Herinneringen (1925)

Sejak diberlakukannya Politik Etis (Etische Politiek) pada tahun 1901, pendidikan di tanah koloni Hindia Belanda yang semula hanya untuk mempersiapkan tenaga terdidik di institusi kolonial (kantor pemerintahan) mulai mengalami pergeseran untuk membuka kesempatan seluas-luasnya bagi penduduk Hindia Belanda memperoleh kesempatan pendidikan di berbagai bidang untuk meningkatkan status sosial dan kesejahteraan di kemudian hari.

Beberapa sekolah yang didirikan oleh pemerintahan Hindia Belanda al., Europeesche Lagere School (ELS) atau sekolah dasar bagi orang Eropa. Didirikan pada tahun 1817.   Sebelum   pemberlakuan Politik Etis terbuka penduduk pribumi Hindia Belanda. Hollandsch-Inlandsche School (HIS) atau sekolah dasar bagi pribumi   Didirikan tahun 1914.   Tidak jauh berbeda dengan ELS, HIS menerapkan masa studi selama tujuh tahun. Kemudian Hollandsch Chineesche School (HCS)   berdiri tahun 1908 untuk anak keturunan Tionghoa yang ada di Hindia Belanda. Ada juga Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) yang setara dengan sekolah menengah pertama di masa kini. Algemeene Middelbare School (AMS)   merupakan sekolah pendidikan menengah umum pada masa Hindia Belanda setingkat sekolah menengah umum di masa kini.

Selanjutnya Hoogere Burgerschool (HBS) adalah sekolah lanjutan tingkat pertama untuk orang Belanda, Eropa, Tionghoa, dan rakyat Indonesia yang terpandang.Tokoh Minke dalam novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toertinggi sebagai pelajar HBS. Ada juga Schakel School atau sekolah rakyat yang berada di daerah dengan masa studi lima tahun.   Para murid yang lulus dari sekolah ini disamakan dengan lulusan HIS.   Pada umumnya Schakel School merupakan lanjutan dari sekolah rakyat yang ada di desa dengan masa studi dua hingga tiga tahun. Untuk pendidikan tinggi ada School Tot Opleiding Van Inlandsche Artsen (STOVIA)   yaitu sekolah pendidikan dokter pada masa Hindia Belanda. Sekolah ini hanya diperuntukkan untuk menghasilkan seorang dokter dari kalangan pribumi. Selain itu ada Ambachtschool alias sekolah pertukangan yang setara dengan sekolah kejuruan di masa kini.

Bagaimana dengan institusi pendidikan di Kebumen era Hindia Belanda? Dalam penelitian penulis, setidaknya tercatat beberapa lembaga sekolah baik pemerintah maupun swasta keagamaan, dalam hal ini Zending Protestan. Beberapa sekolah itu al., Christelijke Hollandsch Chineesche School atau biasa dikenal di Kebumen dengan Hollandsch Chineesche School (HCS) saja. Ada juga Ambachtschool, MULO School, Europeesche Lagere School, Schakelschool, Meisjesschool (Teguh Hindarto, Potret Pendidikan di Gombong Era Politik Etis , materi study trip sesi ke-12, 2024).

Selain sekolah di atas ada juga Volkschool (sekolah desa) yang pada tahun 1929 tercatat sebanyak 136 sekolah di Kebumen sementara sekolah pribumi kelas dua yang didirikan pemerintah sebanyak 22 sekolah (Teguh Hindarto, Sekolah Rakyat [volkschool]dan Kondisi Pendidikan di Kebumen Tahun 1920-an - https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2022/03/sekolah-rakyat-volkschool-dan-situasi.html ). Keberadaan Ambachschool di Kebumen sudah tercatat sejak tahun 1915 (Teguh Hindarto, Ambachtschool (sekolah pertukangan) di Kebumen: Peran dan Kontribusinya Bagi Pembentukan Masyarakat Mandiri - https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2023/07/ambachtsschool-sekolah-pertukangan -di.html )

Dalam tulisan berikut kita akan melihat kembali situasi pendidikan di Kebumen era Hindia Belanda melalui keberadaan Hollandsch Chineesche School (HCS) di Kebumen. Hollandsch Chineesche School ada yang didirikan oleh pemerintah dan ada yang didirikan oleh swasta. Pemerintah Hindia Belanda resmi membuka Hollandsch Chineesche School (HCS) pada tanggal 1 Mei 1908 di Batavia dan menyusul didirikan di kota-kota lain Hindia Belanda seperti Yogyakarta. HCS mulai dibuka oleh Pemerintah Hindia pada tahun 1912 di Jalan Pajeksan. HCS didirikan untuk menyeimbangkan timbulnya nasionalisme etnis Cina dan   mengimbangi perkembangan sekolah Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) (Leo Suryadinata, Kebudayaan Minoritas Tionghoa di Indonesia , 1988:5).

Hollandsch Chineesche School (HCS) Madiun

https://id.wikipedia.org/wiki/Hollandsche_Chineesche_School

Hollandsch Chineesche School Kebumen Didirikan sejak tahun 1918 oleh Pdt. Van Dijk (Teguh Hindarto, Gereja Berlonceng Kuning di Kampung Tudung – https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2021/06/gereja-berlonceng-kuning-di-kampung.html )seorang pendeta yang melayani di Friesche Kerk di Kebasekan yang kelak menjadi Gereja Kristen Jawa (GKJ) Kebumen. Friesche Kerk atau Gereja Frisian tergabung dalam Zending de Gereformeerde Kerken in Nederlands (ZGKN) atau Badan Pekabaran Injil Gereja Reformasi di Nederland.

Apa yang dapat kita ketahui mengenai sekolah yang pernah dikepalai oleh A. Antheunisse pada tahun 1920-an? Melalui sebuah artikel berjudul, Een Kijke in de Hollandsch Chineesche School (Selayang Pandang Hollandsch Chineesche School) yang ditulis oleh A.Algra salah seorang guru yang dimuat dalam buku peringatan ulang tahun ke-25 Friesche Kerk Kebumen dengan judul, Schetsen en Herinneringen (Sneek, 1925) kita akan melihat beberapa fakta menarik sbb:

Letak Sekolah . “Sekolah ini dibangun tepat di persimpangan jalan Gombong ke Djogja dari Stasiun Keboemen ke Krakal ( De school is gebouwd, net waar de weg van Gombong naar Djogja, die van het station Keboemen naar Krakal kruist ). Di salah satu titik tersibuk di Keboemen, tapi kita tidak terganggu dengan kemacetan. Sekolah dipisahkan dari jalan raya oleh halaman yang luas ( groot erf )”.

Suasana Sekolah . “Tempat yang indah telah dipilih untuk bangunan sekolah. Di sini Anda dapat menikmati pemandangan indah di atas sawah ( Een prachtig gezicht hebt ge hier over de sawah's ), di mana banyak orang sedang sibuk memotong padi. Anda melihat deretan topi panjang mencuat di atas ujung padi”.

Nama Sekolah di Fasad Depan . “Dari luar, sekolah nampaknya memberikan kesan yang menyenangkan. Fasad berwarna putih dengan tulisan besar berwarna hitam: Hollandsch Chinesche School , memberikan kesan ramah pada bangunan tersebut. Halaman yang luas ditanami pepohonan dan bunga sehingga menambah daya tarik keseluruhan”.

Tidak Semua Siswa Bersepatu . “Pembangunan sekolahnya sangat berbeda dengan di Belanda. Para ibu di sana akan sangat tergagap jika "cacing" mereka harus tinggal di ruangan berlantai batu. Tapi di sini tidak masalah, meskipun banyak anak yang berjalan tanpa alas kaki di dalam ruangan”.

Pembangun Sekolah . Pendeta Van Dijk, yang dikenal oleh semua orang, demikian Anda pasti akan setuju dengan saya bahwa kehormatan ini adalah berkat karyanya… Gedung Gereja, Sekolah Misi dan beberapa rumah guru semuanya dibangun olehnya”.

Suasana Sekolah. “Jendela berpalang, semacam tirai, dapat menutup sepulang sekolah untuk mencegah tamu yang tidak diinginkan. Tidak perlu ditutup untuk menghindari sinar matahari, karena di depan ruang kelas terdapat emper (trotoar tertutup) yang menghalangi sinar matahari untuk masuk. Emper berfungsi sebagai taman bermain ( speelplaats ), terutama pada saat cuaca hujan”.

Peserta Sekolah . “Meskipun sekolah ini ditujukan terutama untuk orang Tionghoa, namun sekolah ini juga dihadiri oleh sejumlah anak-anak Jawa, termasuk para guru dan perawat Rumah Sakit… Anda juga bisa melihat perbedaannya pada pakaiannya. Orang Jawa memakai sarung, orang Cina memakai pakaian Eropa ( De Javanen dragen een saroeng, de Chineezen gaan Europeesch gekleed ).

Buku teks . “Kebanyakan anak sibuk secara keseluruhan. Yang terbesar sudah menggunakan bahasa Belanda. Saat kamu mendengarkan, terkadang kamu tidak bisa menahan senyuman ketika mendengar bahasa indah yang mereka ucapkan, seringkali itu adalah bahasa kutipan dari buku (boekentaal)”.

Dari petikan artikel di atas kita bisa membayangkan bangunan dan suasana belajar yang menyenangkan dan masih sederhana di tahun 1920 ya? Di era peralihan kemerdekaan Indonesia khususnya era Agresi Militer I dan II di tahun 1947-1948 sekolah ini pernah menjadi lokasi konsentrasi pembagian logistik dan di tahun 1955 menjadi sekolah swasta yang dikelola Gereja Kristen Jawa (GKJ) Kebumen hingga sekira tahun 2016 sekolah ini tutup fungsinya karena ketiadaan siswa yang mendaftar.

Gejala penurunannya jumlah siswa sudah terlihat pada tahun 2013 ketika Toto Karyanto menulis dalam artikel yang dimuat di website SMA Masehi sbb:

“Ketika berbincang dengan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, Ibu Dra. Tri Handari, saya sempat menanyakan beberapa hal tentang hasil kordinasinya dengan Pengawas SMA di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kebumen yang memberi pilihan bagi SMA Masehi Kebumen agar atau dihentikan kegiatan belajar mengajarnya karena jumlah peserta didik tidak memenuhi syarat minimal. Dengan gaya dan suara yang khas, beliau menampik pilihan itu dengan alasan bahwa SMA Masehi Kebumen tetap berjalan dengan segenap kendala yang harus dihadapi agar mampu memberi peluang bagi siswa (peserta didik) yang miskin secara ekonomi tetap dapat mengikuti proses belajar mengajar di sekolah ini sesuai dengan amanat Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Atas jawaban tersebut, secara pribadi, alumni SMA Masehi Kebumen dan Generasi Muda Tentara Pelajar saya memberikan apresiasi yang sangat tinggi” ( Menuju SMA Plus Bagian I - https://smamasehikebumen.blogspot.com/2013/ 10/menuju-sma-plus-bagian-i.html ).

Kondisi terkini bangunan bersejarah yang pernah mewarnai dunia pendidikan di Kebumen era Hindia Belanda (1918-1942) dan pasca kemerdekaan (1955-2016) tengah  akan didirikan bangunan baru di sana. Jika bangunan lama masih berdiri, secara de facto , bangunan ini terkategori Obyek Diduga Cagar Budaya (ODCB) karena telah memenuhi kriteria amanat Undang-Undang Cagar Budaya No 11 Tahun 2010 yaitu “Berusia 50 tahun atau lebih. Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 tahun. Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau Kebudayaan. Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa”.

Setiap gedung, jembatan, gang, jalan, monumen memiliki kisahnya masing-masing pada kala masanya. Sedapat mungkin keberadaannya diperbaiki dan menjadi bagian perjalanan pembangunan sebuah kota. Jikapun keberadaan bangunan-bangunan lama dikemudian hari harus tiada, setidaknya goresan pena para sejarah telah menuliskan kisah-kisahnya untuk dikenang.




Cat: Siapapun yang ingin mengutip atau Merujuk artikel di blog ini dipersilahkan dengan tetap menyertakan nama penulis dan judul tulisan serta alamat tautan/link, sesuai etika penulisan.

2 komentar: