Sebuah
bangunan tua nampak menarik perhatian penulis saat sedang melintasi sebuah
jalan desa menuju Desa Wonocolo, Kecamatan Prembun. Lokasinya berada di selatan
rel kereta api persis dan di sebelah timur Stasiun Prembun.
Sekalipun
sebagian besar atap telah hilang dan digantikan rimbun dedaunan dari pohon kersen/talok yang mengayomi atap rumah
dan di sana-sini sejumlah jendela sudah mulai terlepas dari engselnya, namun
melihat arsitektur fasad depan dengan bogen
(lengkungan) nampaknya rumah ini dahulu adalah rumah yang indah dan
dipergunakan setidaknya oleh seorang kepala atau karyawan kereta api di era
Hindia Belanda.
Omong-omong
soal kereta api, pada masa itu ada tiga perusahaan kereta api besar di Hindia
Belanda yaitu Nederlandsche Indische
Spoor en Tramwegen (N.I.S.M) milik swasta yang membuka jalur kereta pertama
tahun 1867 (Semarang-Tanggung) kemudian Staatspoor
en Tramwegen (S.S) perusahaan kereta api pemerintah yang membuka jalur tahun 1879 dan diresmikan
tahun 1887 (Yogyakarta-Cilacap) serta De
Serajoedal Stoomtram Maatschapij (S.D.S) yang membuka jalurnya tahun 1896
(Purwokerto-Sokaraja dan Sokaraja-Purworejo). Di luar tiga perusahaan besar ini
masih ada banyak perusahaan lain yang menginvestasikan pada moda transportasi
kereta untuk jalur yang lebih pendek.
Jalur
kereta api yang melintasi Yogyakarta-Cilacap termasuk melewati Prembun, dibangun
oleh Staatspoor en Tramwegen (S.S)
dibuka tahun 1875 dan diresmikan tahun 1887. Dibedakan antara "station"
dan "halte" (stasiun kecil).
Lokasi bangunan tua dan sudah mulai kehilangan atap serta ditumbuhi pohon dari dalam ruangan ini berada di tepian jalur kereta api tidak jauh dari Stasiun Prembun. Tidak ada keterangan pasti bangunan ini berfungsi sebagai apa namun patut diduga bangunan di selatan rel kereta api ini dahulu adalah rumah dinas kepala kantor Halte Prembun. Jika di masa kini statusnya Stasiun Prembun (sejak 2019 tidak lagi dioperasikan untuk naik turun penumpang) di era Hindia Belanda berfungsi sebagai Halte Prembun alias stasiun kecil.
Menariknya,
di bagian bekang bangunan tua ini terdapat ruang padusan yang berbentuk
lengkungan dengan tembok yang tebal. Nampaknya orang Belanda yang pernah
tinggal di sinipun telah menyerap budaya lokal sehingga corak bangunan tidak
sepenuhnya bergaya Eropa.
Tidak
ada data pasti mulai kapan Halte Prembun berfungsi namun jika membaca laporan
surat kabar Bataviaasch Handelsblad
(13 November 1889) nama Halte Prembun sudah disebut maka bisa jadi sebelum
antara tahun 1887-1889 Halte Prembun sudah ada. Sementara itu keberadaan Suikerfabriek (pabrik gula) Remboen yang
lokasinya di utara Halte Prembun baru dimulai tahun 1890.
Surat
kabar Het Vaderland (10 Desember 1890)
menyebut nama A.F. Bastiaans sebagai petugas tingkat 3 di Halte Prembun yang
dipindahkan ke Stasiun Kutoarjo dan sebagai penggantinya adalah petugas tingkat
1 bernama J.J. Schansman yang sebelumnya bertugas di Halte Kutowinangun.
Akan
lebih baik lagi jika bangunan tua ini dirawat dan dirapihkan mengingat posisi
strategisnya dekat jalur transportasi kereta maupun mobil dan motor serta nilai
heritage yang melingkupinya. Beberapa contoh pengelolaan aset stasiun untuk
kepentingan publik oleh masyarakat dapat membandingkan dengan apa yang pernah
di lakukan sejumlah pegiat heritage dengan menyulap eks rumah dinas kepala
stasiun menjadi sebuah kafe (HISTORY
AND LEGACY OF KEBUMEN: STASIUN KALASAN DAN KOPI STASIUN KALASAN
(historyandlegacy-kebumen.blogspot.com).
Kiranya
bangunan yang suram menjadi temaram dengan binar-binar cahaya lampu-lampu yang
menerangi sebuah aktivitas sosial dan ekonomi di kala malam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar