Sejak dikeluarkannya Bestuurshevorming Ordonnantie (Statblad 1922/No 216) maka lahirlah apa yang disebut Provincie Ordonnantie (Statblad 1924/No 78) yang menghasilkan pembagian Jawa menjadi 3 provinsi. Daerah-daerah yang semula disebut Gewesten, Plaatsen serta Gemeenten harus dijadikan Provincien, Regentschapen serta Stadsgemeenten (Jawa dibagi menjadi West Java (Jawa Barat), Midden Java (Jawa Tengah) serta Oost Java (Jawa Timur).
Sementara di luar Jawa tidak dibentuk provinsi otonom melainkan wilayah administratif seperti Pemerintahan Administratid Sumatra, Borneo (Kalimantan) serta Timur Besar ( Indonesia Timur). Sementara untuk mengakui kedaulatan Sunan dan Sultan maka diangkatlah gubernur yang mengepalai provinsi ke-4 di Jawa yaitu Provinsi Administratif Yogyakarta dan Surakarta. Pemerintah provinsi dikepalai oleh Gouvernour selaku kepala pemerintahan kemudian College van Gedeputeerden (Dewan Pemerintah) serta Provinciale Raad (Dewan Perwakilan) (Josef Riwu Kaho, Analisis Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah, 2012:143).
Agak berbeda peristilahan dan
penjelasan yang disampaikan oleh tim penyusun buku Sejarah Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta yang menjelaskan
bahwa sampai pada tahun 1938, Hindia Belanda dibagi menjadi 3 Provinsi dan 5
Kegubernuran (2017:43). Bukan 4 provinsi sebagaimana dijelaskan Josef Riwu Kaho
melainkan diistilahkan pemerintahan kegubernuran. Adapun daftar pemerintahan
provinsi dan kegubernuran yang dimaksudkan sbb:
a. Provinsi Jawa Barat
(West-Java) beribu kota di Batavia.
b. Provinsi Jawa Tengah
(Midden-Java) beribu kota di Semarang.
c. Provinsi Jawa Timur
(Oost-Java) beribu kota di Surabaya.
d. Kegubernuran Surakarta
(Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran) beribu kota di Surakarta.
e. Kegubernuran Yogyakarta
(Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman) beribu kota di Yogyakarta.
f. Kegubernuran Sumatera
(Sumatra) beribu kota di Medan.
g. Kegubernuran Kalimantan
(Borneo) beribu kota di Banjarmasin.
h. Kegubernuran Timur Besar
(Groote Oost) beribu kota di Makassar .
Sejak tahun 1927, beberapa kota
di Hindia Belanda yang berstatus gemeente
(semi kotamadya) dan stadgemeente
(kotamadya penuh) disarankan memiliki lambang kota. Lambang-lambang tersebut
harus mewakili singkatan nama daerah, potensi daerah serta legenda/sejarah yang
melingkupinya.
Menurut informasi Geilusterde Encylopaedi voor Nederlandsch
Indie (1934) beberapa kota yang memiliki lambang dengan status gemeente dan stadgemeente al., Ambon, Bandung, Blitar, Buitenzorg, Cirebon,
Madiun, Makasar, Manado, Medan, Mojokerto, Pekalongan, Salatiga, Semarang,
Surabaya, Tegal. Sementara kota berstatus regentschap
(kabupaten) adalah Cianjur dan Garut. Serta kota berstatus provinsi yaitu
Provinsi Jawa Barat. Untuk lambang Provinsi Jawa Tengah baru dibuat tahun 1939
dan belum masuk dalam daftar ensiklopedi di atas.
Gambar di bawah ini merupakan sebuah
plakat peringatan 400 tahun kelahiran William de Zwijger (1533) pada tahun 1933
yang berisikan lambang kota-kota berstatus stadgemeente
(kotapraja/kotamadya) di Hindia Belanda. Dalam plakat peringatan tersebut
nampak panji-panji stadgemeente di Hindia Belanda diperlihatkan secara lengkap.
Siapakah William de
Zwijger/William Sang Pendiam (24 April 1533 – 10 Juli 1584), atau dikenal juga
sebagai Willem van Oranje adalah
pemimpin utama Pemberontakan Belanda melawan Habsburg Spanyol yang memicu
Perang Delapan Puluh Tahun (1568–1648) dan menghasilkan kemerdekaan resmi Provinsi
Bersatu pada tahun 1581. Lahir di Wangsa Nassau, ia menjadi Pangeran Oranye
pada tahun 1544 sehingga menjadi pendiri cabang Oranye-Nassau dan leluhur
monarki Belanda. Di Belanda, William dikenal sebagai Bapak Tanah Air (Vader des
Vaderlands)
Panji/Lambang Provincie Midden Java (Jawa Tengah)
Karena wilayah Regentschap (kabupaten) Kebumen masuk
Provinsi Jawa Tengah di era kolonial, maka kita akan sedikit membahas panji
Provinsi Jawa Tengah secara sekilas. Sejak tahun 1927, beberapa kota di Hindia
Belanda yang berstatus gemeente dan stadgemeente (kotamadya) disarankan
memiliki lambang kota. Lambang-lambang tersebut harus mewakili singkatan nama
daerah, potensi daerah serta legenda/sejarah yang melingkupinya.
Jika Provinsi Jawa Barat sudah
memiliki lambang (wapen) untuk
kotanya sejak 1929 (meskipun keberadaan Dewan Propinsinya sudah terbentuk sejak
1926) maka Propinsi Jawa Tengah yang Dewan Propinsinya baru terbentuk tahun
1929 mulai memikirkan pembuatan lambang propinsi pada tahun 1939 pada perayaan
10 tahun terbentuknya propinsi tersebut.
Pembuatnya adalah J. Gerittsen,
Sekretaris Provinsi Jawa Tengah. Dalam lambang tersebut mengambil inspirasi
burung Garuda dari Candi Sukuh serta lambang jewawut karena penafsiran Jawa
sebagai tanah jewawut. Semboyan dalam pita bertuliskan, De Warheid Ligt In Het Midden (Kebenaran Berada di Tengah). Sebuah
penjelasan rinci terkait dengan filosofi pembuatan panji tersebut diulas dalam
sebuah artikel surat kabar berjudul, Een
Wapen voor de Provincie Midden Java oleh surat kabar De Locomotief (29 November 1939).
Dua nama disebut oleh J.
Gerittsen sebagai ucapan terimakasih atas tersusunnya lambang tersebut yaitu
Th. G.van Alfant selalu Kepala Dinas Penyuluhan Pertanian Provinsi yang
memberikan pengetahuan nya tentang jewawut serta Sunardi, seorang juru tulis di
kantor gubernur yang telah menyusun draft penjelasan sesuai instruksinya
Panji/Lambang Stadgemeente Magelang
Karena Regentschap (kabupaten)
Kebumen pernah menjadi wilayah Karesidenan Kedu (sebagai pengganti setelah
Karesidenan Bagelen yang beribukota di Purworejo) yang beribukota di Magelang,
maka kita akan membahas secara ringkas panji Stadgemeente Magelang.
Dalam buku berjudul Magelang: Middelpunt van den Tuin van Java (1936) dijelaskan perihal makna panji kota Magelang. Stadgemeente Magelang berdiri pada tanggal 1 April 1906 (Satblad 1906 no. 125). Panji Magelang baru disahkan Gubernur Jendral pada tanggal 22 Januari 1935, melalui dekrit nomor 5. Panji berbentuk garpu perak terbalik disemati cincin emas dan paku tajam berada di antara lingkaran dan cincin. Ada perisai yang dicengkram dua singa dengan atap mahkota emas berbentuk stupa di atas perisai.
Garpu perak terbalik melambangkan jalan utama yang mempertemukan antara Magelang ke Semarang, Yogyakarta serta Purworejo. Paku hitam melambangkan goenung "Tidar", Jawa Tengah, karena bentuk dan letaknya, diambil oleh orang Jawa sebagai paku yang digunakan untuk memaku Jawa ke Samudera Hindia. Makna cincin emas di paku melambangkan cincin pegunungan, yang setiap hari membuat orang Magelang kagum, dan kota ini memiliki iklim yang indah.
Sebuah legenda menceritakan bahwa
Dewa Gunung, untuk memperbaiki pulau Jawa yang terapung di laut, menjatuhkan
beberapa gunung di timur, di mana pulau itu, bagaimanapun, condong ke sisi itu.
Untuk memulihkannya ia juga menjatuhkan beberapa gunung di Jawa Barat, tetapi
pulau itu berguncang dan terapung. Kemudian Tidar diambil dan dipaku di laut
Jawa sebagai sebuah keseimbangan.
Adapun asal-usul nama Magelang dinisbatkan
pada sebuah legenda kuno yang menceritakan bahwa seorang petani berangkat
bersama istri dan putrinya untuk mencari sebidang tanah yang subur. Putrinya,
menyadari bahwa dia telah kehilangan gelangnya kemudian berteriak dengan
ketakutan, "Mak, Gelang!" (Ibu, gelangku!). Saat mencari gelang itu,
sang ayah menemukan kualitas tanah yang luar biasa dan menetap di tempat gelang
itu ditemukan. Namun kisah tersebut dianggap terlalu berlebihan dan ada yang
mengajukan pandangan bahwa kata "Magelang" berasal dari
"Mahagelang" = "cincin besar".
Dari 29 desain yang diserahkan
pada juri yang menampung lomba desain untuk panji Magelang pada tanggal 12
Oktober 1925, diperoleh 4 desain terpilih. Atas saran dari Asisten Residen
Magelang yaitu F.W. Slangen, maka ditunjuklah S.D, Jansz dan J. B. Willemsz
Geeroms serta R.M F. Soerjoatmodjo sebagai panitia untuk membuat pilihan dari
desain yang diajukan dan kemudian memberi nasihat kepada Dewan. Setelah melalui
sejumlah rapat teknis maka pada tanggal 5 Agustus 1926, rancangan lambang
diterima dan disetujui. Akhirnya pada tanggal 9 September 1926 ditetapkan
penggunaan panji/lambang Stadgemeente
Magelang (De Locomotief, 17
Septermber 1926).
Demikianlah uraian mengenai
panji/lambang sebuah kota yang berstatus gemeente
dan stadgemeente di Hindia
Belanda. Pengajuan panji dan logo – sebagaimana penjelasan singkat di atas –
melibatkan berbagai kajian sejarah, legenda serta potensi daerah sehingga panji
merefleksikan sebuah potensi alam dan masyarakat di sebuah kota.
Ternyata ada dua wilayah
berstatus regentschap (kabupaten)
yang juga memiliki logo dan mendapat pengesahan Gubernur Jendral Hindia Belanda
yaitu Cianjur dan Garut. Berikut logo kabupaten Garut. Seandainya Kebumen kala
itu mengajukan dan memiliki, kira-kira elemen simbolik apa yang akan
dipergunakan ya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar