Sebuah berita berjudul, de Inlandsche Scholen (Sekolah Pribumi) yang dimuat surat kabar De Locomotief (15 Februari 1929) memberikan gambaran situasi pendidikan di kota Kebumen. Berita tersebut melaporkan perihal minat orang tua untuk mendaftarkan pendidikan anak-anaknya di sekolah desa (desascholen) tinimbang disekolah pribumi kelas 2 (de tweede klasse Inlandsche scholen) yang didirikan pemerintah. Alasannya terkait biaya yang lebih murah dan terjangkau dibandingkan sekolah pemerintah yang ada.
Jika merujuk pada catatan sejarah, keberadaan Sekolah Rakyat (Volkschool) Sekolah Desa tidak lepas dari peran dan perintah dari Gubernur Jendral Van Heutz pada tahun 1907 untuk mendirikan sekolah di desa-desa. Namun guru-gurunya bukan pegawai Gubernemen melainkan pegawai-pegawai desa. Belum ada subsidi pemerintah. Subsidi pemerintah kolonial baru diberlakukan pada tahun 1920 (Djohan Makmur dkk, Sejarah Pendidikan di Indonesia Zaman Penjajahan, 1983:78).
Pada tahun 1929 tercatat jumlah sekolah desa di Kebumen sebanyak 136 sekolah sementara sekolah pribumi kelas dua yang didirikan pemerintah sebanyak 22 sekolah. Jumlah ini meningkat dibandingkan sebuah berita pada tahun 1928 dengan judul, Het Volksonderwijs. De Desaschool en haar groote beteekenis. Voorbeelden uit de praktijk in het Regentschap Keboemen (Pendidikan Rakyat. Sekolah Desa dan Arti Pentingnya. Contoh Praktis di Kabupaten Keboemen) yang dimuat surat kabar De Locomotief (5 Maret 1928), dimana disebutkan jumlah Sekolah Rakyat (Volkschool/Desaschool) baru berjumlah 133.
Hitungan di atas belum melibatkan sekolah-sekolah jenis lain khususnya yang didirikan swasta berbasis keagamaan seperti Christelijke Hollandsch Inlandsch School (CHIS) atau Christelijke Hollandsch Javaansche School (CHJS) pada tahun 1913 (Pasca kemerdekaan menjadi SMP 2 Gombong) dan Hollandsch Chineesche School (CHCS) pada tahun 1918 (Pasca kemerdekaan tahun 1955 menjadi SMA Masehi Kebumen). Untuk kedua sekolah ini akan diberikan ruang pembahasa tersendiri.
Masih menurut De Locomotief meskipun jumlah Sekolah Rakyat di Kebumen masih kalah dibandingkan dengan kabupaten lain, namun perkembangannya menjadi sebuah percontohan dan rujukan sehingga mendorong kunjungan dari kepala pengawas sekolah sebagaimana dikatakan, "Karena itu, Keboemen telah memperoleh reputasi yang baik (een goede reputatie) di bidang pendidikan rakyat. Pada tahun 1927 ia mendapat dua kunjungan dari kepala pengawas sekolah (hoofdschoolopzieners) Malang dan Medan, dengan tujuan untuk mengenal keadaan pendidikan dan organisasi kerakyatan"
Pendirian Sekolah Rakyat ini bukan didasarkan kemampuan keuangan perorangan melainkan sebuah kerjasama yang baik (goede samenwerking) di antara masing-masing desa untuk menyelenggarakan pendidikan. Untuk pendirian sekolah, syaratnya adalah pengeluaran sejumlah f 1700, yang terbagi f 1250 untuk gedung sekolah dan f 450 untuk perabotan sekolah yang diperlukan.
Sejak tahun 1916 telah dibuat kesepakatan dengan persetujuan desa, dimana setiap desa menyumbang dana untuk sekolah desa. Jumlah total, yang diperoleh setiap tahun melalui pengumpulan sumbangan ini, adalah f 20.000. Ini membentuk dana sekolah, yang kemudian dikelola oleh Pemerintahan Dalam Negeri (Binnenlandsch Bestuur) yang mana mereka akan menjadikannya sebagai biaya pendirian dan pemeliharaan. Setiap tahunnya dapat didirikan enam sekolah bagus, demikian laporan surat kabar tersebut.
Kembali kepada laporan De Locomotief (15 Februari 1929), bukan hanya Sekolah Rakyat, ternyata minat terhadap sekolah pertukangan (Ambachtschool) - yang sudah berdiri sejak tahun 1914 - cukup tinggi, karena setelah libur puasa disebutkan telah menerima 200 pendaftar namun masih harus diadakan uji seleksi (Keberadaan Ambachtschool di masa kini menjadi SMP 7 Kebumen). Berkaitan dengan peran Ambachtschool dapat membaca artikel berjudul, Ambachtsschool di Kebumen: Peran dan Kontribusinya Bagi Pembentukan Masyarakat Mandiri -https://www.qureta.com/post/ambachtsschool-di-kebumen.
Ditengah kapitalisasi dunia pendidikan yang tidak terelakan akibat perkembangan modernisasi dan perkembangan teknologi, kiranya jejak-jejak pendidikan di Kebumen era kolonial sebagaimana dijelaskan dalam artikel ini dapat menjadi sebuah pengingat untuk apa dan untuk siapa pendidikan didirikan serta untuk apa sebuah lembaga pendidikan didirikan.
terimakasih. jika tidak tercatat mungkin bisa terlupakan
BalasHapus