Setelah melewati Pasar Gamblok, berbelok ke timur
memasuki jalan desa dengan hamparan sawah menghijau di kanan dan kiri, berdiri
sebuah gapura megah bertuliskan, Desa
Wisata Kampung Tudung, Grujugan. Beberapa ratus meter kita akan melihat
sejumlah hiasan anyaman topi bambu yang digantung di sepanjang jalan serta
sejumlah spot berfoto dengan latar belakang topi bambu.
Keberadaan gapura dan kawasan
berfoto dengan tema Kampung Tudung belum lama keberadaannya. Dengan kerjasama
pemerintahan desa dengan tim kreatif Green Sabin, Purbalingga maka bulan
April 2021 lalu keberadaan gapura dan sejumlah properti penunjang Kampung
Tudung diresmikan.
Keberadaan Kampung Tudung tidak
bisa dipisahkan dari aktivitas warga desa Grujugan yang telah mengakrabi
pembuatan tudung dari bambu berpuluh tahun sebelumnya. Pasar Gamblok adalah
lokasi di mana kita bisa melihat sejumlah aktivitas warga berjual beli namun
pada hari pasaran Senin, Kamis, dan Sabtu, ada yang khusus karena di sanalah
terjadi pertemuan antara penjual lambaran
dan penjual tudung.
Sejumlah orang akan memasang
anyaman bambu yang disebut lambaran di kepalanya sembari berjalan atau beberapa
pedagang tudung meletakkan dagangannya menunggu sejumlah pembeli/pemesan dari
daerah atau kota tertentu.
Pekerjaan menganyam bambu ini
memiliki akar historis sejak era kolonial. Tercatat dalam sebuah artikel
berjudul, Economie Toestand der Bevolking van Residentie Kedoe (Situasi
Ekonomi Masyarakat Karesidenan Kedu) yang dimuat surat kabar De Locomotief (19-Februari 1938) nama
desa Grujugan disebutkan dengan keterangan singkat sbb:
Bamboehoeden worden gevlochten te Petanahan en Klirong. Bakoel uit
Groedjoegan (Petanahan) leveren twee keer leveren per maand naar Jogja, per keer
niet minder dan 2500 stuks
Topi bambu ditenun di Petanahan dan Klirong. Bakul dari Grujugan
(Petanahan) mengirim sebulan dua kali ke Yogja, sekali kirim tidak kurang dari 2500 buah
Sampai hari ini, kita akan
melihat sejumlah aktivitas warga menganyam lambaran dan membuat tudung bambu di
tiap-tiap rumah. Sejumlah tudung yang sudah dianyam akan terlihat dideretkan di
pekarangan rumah untuk dijemur.
Kita tinggalkan sejenak
keberadaan dan aktivitas kerajinan tudung dari bambu yang telah berakar sejak
era kolonial. Jika kita berjalan lurus dari gapura wisata Kampung Tudung maka
akan sampai di sebuah simpang tiga. Di sebelah kiri jalan akan terlihat sebuah
bangunan gereja dengan model kuno. Nama gerejanya adalah Gereja Kristen Jawa Grujugan. Ada beberapa yang menarik dari
bangunan gereja ini.
Pertama, sebuah prasasti dituliskan di samping pintu masuk gereja dengan
huruf kapital semua bertuliskan, Ingkang
Mandegani Toewan Ds Van Dyk Kalijan R. Samuel – 18 Juli 1929. Siapakah Van Dyk dalam prasasti ini? Yang benar
tulisannya adalah Van Dijk. Keberadaan
bangunan gereja dan nama Van Dijk tidak bisa dilepaskan dari aktifitas
pekabaran Injil yang dilakukan Gereja Frisian (Friesche Kerk) yang beraliran Gereformeerd
(Reformasi atau Protestan).
Tahun 1900, Gereja Frisian yang
tergabung dalam Zending de Gereformeerde
Kerken in Nederlands (ZGKN) atau Badan Pekabaran Injil Gereja Reformasi di
Nederland mengutus Ds. Baker ke Kebumen. Pada Mei 1902, Bakker mendirikan Rumah
Sakit Pembantu (Hulpziekenhuis) di
Krakal, Alian, Kebumen. Beliau menyewa sebuah rumah di desa Kebasekan (sekarang
Gedung Prabasanti milik GKJ Kebumen) dan membangun jemaat dari kalangan
masyarakat Jawa di Kebumen.
Bagi sebagian kalangan warga
Gereja Kristen Jawa (GKJ) di Kebumen mungkin nama Gereja Frisian cukup asing.
Namun inilah nama asal muasal gereja yang mewartakan Injil di Jawa Tengah
khususnya Kebumen.
Istilah Frisian dalam bahasa
Belanda ditulis Friesche dan sering ditulis Friesland. Nama Friesland menunjuk
kepada sebuah propinsi di utara Nederland dengan ibu kotanya Leeuwarden. Dalam
sebuah sambutan yang ditulis oleh G.M. Van Rennes dalam buku peringatan 25
tahun karya pekabaran Injil Gereja Frisian di Kebumen dengan judul, Schetsen en Herinneringen dituliskan
sbb:
De Friesche Zending jubileert weldra. Den 11 den September zal het 25
jaar geleden zijn, dat Ds. D. Bakker, de eerste Missionair predikant der
Friesche Kerken, zich te Keboemen vestigde, om zijnen arbeid aanite vangen op
het Friesche zendingsterrein...Het is zeker niet van belang ontbloot eens na te
gaan, hoe de zendingsactie in Friesland is ontstaan (1925:7)
Pekabaran Injil Frisian akan segera merayakan hari jadinya. Tanggal 11 September akan menjadi peringatan
25 tahun Ds. D. Bakker, pendeta misionaris pertama Gereja Frisian, menetap di
Keboemen untuk memulai pekerjaannya di ladang misi Frisian...Tidak kurang
pentingnya untuk dipertimbangkan, bagaimana aksi pekabaran Injil di Friesland
ini berasal.
Dari penjelasan ini kita
mendapatkan keterangan akar jemaat Kristiani di Kebumen berasal dari karya
pekabaran Injil Gereja Frisian atau Gereja Friesland yang tergabung dalam Zending de Gereformeerde Kerken in
Nederlands (ZGKN). Orang-orang tua dahulu biasanya mengenja dengan gereformit.
Kelak tanggal 17-18 Februari 1931
gereja-gereja beraliran gerefomeerde (reformasi)
ini menamakan dirinya Pesamoewan Kristen
“Gereformeerd” ing Tanah Djawi Tengah sisih Kidoel, yang masing-masing
mengelompok dalam 5 klasis bersinode pertama di Kebumen. Kelak berganti nama
menjadi Gereja Kristen Jawa.
Pada akhir tahun 1905, ketika
Bakker hendak dipindahtugaskan di sekolah Keucheunius,
Yogyakarta, telah ada 146 orang yang dibaptis, termasuk 93 anggota yang mengaku
percaya. Pada tanggal 4 Juni 1906, Bakker berpindah ke Yogyakarta dan Ds. Van
Dijk menjadi pendeta pengganti di Gereja Frisian di Kebumen. Namun gedung
gereja Frisian (yang sekarang menjadi GKJ Kebumen) baru berdiri tahun 1919.
Di masa Van Dijk inilah banyak
terjadi perkembangan kehidupan jemaat Kristiani di kabupaten Kebumen dan
kabupaten Karanganyar. Pada bulan Juni 1915 pekerjaan pembangunan rumah sakit Pandjoeroeng (pasca kemerdekaan menjadi
RSUD Kebumen sampai 2014) di mulai dan pada 1 Januari 1916 mulai dibuka dengan
Dr. Osterhuis sebagai dokter pertama bertugas.
Pada 3 November 1913 didirikan Christelijke Hollands Inlands School di Gombong (sekarang SMP 2) dan pada tahun 1918 didirikan Hollands Chinesche School di Kebumen (kelanjutan sekolah yang digagas Nona Van Der Kouwe pada tahun 1912 yaitu Juliana School). Pasca kemerdekaan sekolah ini menjadi SMA Masehi samai 2016 (Schetsen en Herinneringen, 1925).
Sekalipun dibangun dan ditetapkan
sebagai jemaat mandiri pada tahun 1929 namun keberadaan jemaat Kristen di
Grujugan sudah terlacak sejak tahun 1908. Namun belum berbentuk gereja mandiri
melainkan berdirinya sekolah berbasis Misi. Keberadaan bangunan sekolah ini
masih terlihat sisa-sisa fasad dan ruangannya di sebuah pekarangan yang masih
menjadi milik GKJ Grujugan.
Pada tahun 1908 sudah terbentuk
jemaat Gereja Frisian di 8 lokasi yaitu di Kebumen, Karanganyar, Banjur,
Pamrian, Krakal, Prembun, Glonggong, Grujugan. Grujugan pada masa itu masuk
wilayah district Pejagoan regentschap Karanganyar afdeeling Kebumen (List Van De Voornaamste Aardrijkundige Name In Den Nederlandsch
Indischen Archipel, 1906). Dalam sebuah laporan perkembangan pekabaran
Injil di Kebumen dan Karanganyar semasa Van Dijk bertugas diperoleh data
mengenai jumlah warga Kristiani di Grujugan sbb:
Jumlah jemaat Kristiani sebanyak 24 orang dan yang sudah mengaku
percaya (sidi) sebanyak 14 orang dengan 1 sekolah serta 42 siswa. Guru
sekaligus pengampu jemaat di sana bernama Sahinoe. Namun dalam laporan tersebut
Sahinoe dianggap terlalu keras dalam membina jemaat sehingga harus ditarik dan
digantikan tugasnya (Verslag Van De
Zendingsarbeid Op Het Zendingsterrein Van Friesland, 1909)
Sementara dalam laporan Atlas Van De Zendingsterreinen Van De
Gereformeerde Kerken In Nederland (1932) didapati data mengenai jumlah
warga Kristiani di Grujugan sbb:
Jumlah warga yang sudah dibaptis sebanyak 133 orang dan yang sudah
mengaku percaya (sidi) sebanyak 57 orang. Satu sekolah dengan guru berjumlah 4
orang dan siswa sebanyak 178 orang. Pengampu jemaat di sana bernama Samuel.
Nah, inilah nama yang disematkan pada prasasti gereja pada tahun 1929.
Saat kebutuhan bagi pandita Djawa mulai tumbuh di kalangan
jemaat Kristiani aliran Gereformeerde
ini, jika Gereja Frisian di Kebumen sudah mendapatkan pendeta Jawa bernama Ds.
Soesena maka Grujugan memiliki pendeta Jawa bernama, Ds. Soepardi
Sastrasoewirja (23 Desember 1935) sebagaimana dilaporkan oleh Ds. D. Pool dalam
Onze Zendingsvelden IV: Midden Java Ten
Zuiden (De Stichting Honderloo, 1939).
Kedua, keberadaan lonceng besi dan kuno dicat kuning emas dan
bertuliskan, H. Gruson Buckau Magdeburg. Menarik,
ini adalah nama seorang pendiri Pabrik Gruson di Magdeburg – Buckau, Jerman
yang didirikan pada tahun 1855 oleh
Hermann Gruson. Di kemudian hari menjadi bagian dari Friedrich Krupp AG dan
berkembang menjadi salah satu perusahaan teknik mesin dan persenjataan
terpenting di Jerman (second.wiki). Entah bagaimana ceritanya lonceng ini
bertuliskan nama perusahaan Jerman ini. Mungkinkah sebuah pesanan khusus agar
dibuat di pabrik yang memproduksi mesin dan persenjataan?
Sayang lonceng tua ini sudah lama
tidak dibunyikan untuk memanggil warga jemaat beribadah. Akan lebih baik jika
tradisi lama dalam memanggil jemaat beribadah dihidupkan kembali dan menjadi
ciri khas panggilan beribadah.
Ketiga, sebuah tulisan dalam bahasa Jawa dengan huruf kapital semua di fasad atas bangunan gereja bertuliskan, Sampejan Pitadosa Doemateng Goesti Jesoes Kristoes Amasti Sampejan Manggih Kawiloejengan Dalah Sakkoelawarga Sampejan Sedaja. Kutipan ayat ini terambil dari Kisah Para Rasul 16:31. Mengingat usia bangunan gereja dengan bukti prasasti dan fasad bangunan yang memperlihatkan jejak-jejak kelampauan, sudah selayaknya keberadaannya dirawat dan dipelihara dengan baik sebagai warisan sejarah yang turut mewarnai kehidupan sosial keagamaan di desa Grujugan masa silam.
Keberadaan kerajinan tudung bambu
dan gereja berlonceng kuning yang telah berakar sejak era kolonial bukan hanya
menjadi warisan sejarah namun dapat menjadi kekuatan peningkatan ekonomi warga
melalui pendirian galeri (bukan hanya kawasan berfoto) untuk memajang produk
warga dan sekaligus daya tarik wisata sejarah (historical tourism).
Keberadaan segala sesuatu yang kuno dan antik bukan untuk ditinggalkan dan dilupakan namun dilestarikan sebagai sebuah legacy (warisan) dan memorial (peringatan)
Pak,,,kalau ada artikel tentang kec. Petanahan pada masa kolonial dipost dong pak
BalasHapusSilahkan
BalasHapushttp://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2020/05/lebaran-di-pantai-petanahan-tahun-1933.html?m=1