Siang di Desa Krakal yang tidak begitu panas karena semalam
hujan deras (meski masih awal September). Sebuah penampakkan bong (makam etnis Tionghoa) tua dan
nampak kusam serta retak di sana-sini menghentikan langkah kami. Sebuah
pemandangan memprihatinkan untuk yang kesekian kalinya karena penulis tidak
mendapatkan nama dan keterangan apapun yang bisa untuk mengidentifikasi siapa
dan bagaimana orang yang berbaring di bong tua ini.
Dina, seorang mahasiswi sejarah yang tinggal di desa Krakal
dan tengah mengambil skripsi mengenai pemandian Krakal, telah memberikan
informasi mengenai keberadaan bong
tua ini. Dengan diantar Bapak Margono, seorang yang dipercaya ahli waris untuk
menjaga dan merawat bong tua ini, hanya sedikit informasi yang dapat digali
mengenai identitas pemilik bong tua.
Dengan sedikit wajah menahan kesal karena rusaknya nama
pemilik bong ini oleh tangan orang
tidak bertanggung jawab, Bapak Margono mencoba mengingat nama yang pernah
tersemat dalam huruf Latin yaitu Koh Hu dengan tahun kewafatan 1924
(mudah-mudahan beliau tidak keliru mengingat dan mengeja). Disampingnya berada
sebuah gundukan yang sudah tidak begitu berbentuk bong dan menurut keterangan Bapak Margono adalah istri dari Koh Hu
namun dari etnis Jawa.
Menurut informasi yang serba terbatas yang pernah
diterimanya, almarhum adalah pedagang minyak yang lokasinya sekarang sudah
berpindah tangan menjadi milik seorang warga. Di lokasi tersebut didirikan
sebuah mushola yang lokasinya tidak jauh dari pemandian air panas Krakal.
Keberadaan orang Tionghoa di Kecamatan Alian sudah
teridentifikasi sejak era kolonial. Dalam sebuah sensus penduduk pada tahun
1930 itu, keberadaan etnis Tionghoa di distrik Alian terientifikasi 29 orang terdiri 15 mannen (laki-laki) dan 14 vrouwen
(perempuan). Penduduk Eropa tercatat sebanyak dua orang dan untuk penduduk
pribumi sebanyak 77.128 yang terdiri dari 37.552 dan 39.576 (Volkstelling
1930: Voorloopige Uitkomsten 1 e Gedeelte Java en Madoera,
Bataviacentrum 1930). Keberadaan bong pay
kuno ini bisa jadi salah satu bukti keberadaan etnis Tionghoa di era kolonial.
Setelah puas melihat-lihat keadaan bong pay tua, Dina dan
Bapak Margono mengajak penulis dan mas Rizki yang sejak awal menemani perjalanan dengan kendaraan
bermotor, melanjutkan meninjau sebuah reruntuhan bangunan dengan menyisakan
struktur kuno. Menurut informasi mereka berdua dan masyarakat sekitar pemandian
bahwa lokasi reruntuhan tersebut adalah salah satu dari beberapa bangunan
hotel/penginapan yang pernah dibangun di masa kolonial. Bahkan menurut
keterangan mereka bahwa Taman Kupu-Kupu di depan pemandian air panas Krakal
dahulunya adalah bangunan bekas penginapan di era kolonial.
Keberadaan pemandian air panas Krakal dan beberapa lokasi
penginapan di sekitarnya memang telah menjadi fokus penelitian penulis pada
tahun 2019 lalu. Hasilnya telah dipresentasikan pada sebuah seminar Kebumian
yang diselenggarakan LIPI Karangsambung-Karangbolong di Hotel Mexolie.
Dari sejumlah penelitian terhadap artikel surat kabar dan majalah serta jurnal ilmiah berbahasa Belanda diperoleh data bahwa pemadian air panas Krakal telah dibangun paling dini tahun 1877 di era pemerintahan Bupati Arung Binang V. Publikasi awal mengenai pemandian air panas Krakal dalam bentuk jurnal ilmial dilakukan oleh dr. Polak seorang apoteker militer pada tahun 1871 kemudian dilanjutkan dr. Kunert dan dr. Baumgarten pada tahun 1883.
Sementara
kemunculan publikasi awal dalam bentuk artikel koran telah muncul pada tahun
1890 dan publikasi awal dalam bentuk iklan telah muncul pada tahun 1891 (Teguh
Hindarto dan Chusni Ansori, Geosite
Pemandian Air Panas Krakal sebagai Titik Pertemuan Legenda, Sejarah dan Geologi
(Seminar Nasional lmu Kebumian-Geodiversity 2019, Hotel Mexolie, 2 Oktober 2019).
Berkaitan dengan keberadaan pemandian air panas (badplaats) Krakal dan hotel, etnis Tionghoa dan pribumi Jawa kembali muncul dalam sebuah berita pendek terkait rencana pemugaran dan perbaikan pemandian air panas pada tahun 1929. Dalam berita pendek tersebut dikatakan, "Di sekitar pemandian air panas (badplaats) terdapat hotel Eropa yang sederhana dan bagus dengan 20 kamar (een eenvoudig, goed Europeesch hotel, met 20 kamers) serta beberapa fasilitas penginapan Cina dan Pribumi (Chineesche en Inlandsche logeergelegenheden)", demikian tulis surat kabar Soerabaijasch Handelsblad (30 Sept 1929).
Perjalanan berakhir di sebuah bukit di Desa Kaliranjang di
mana tokoh legenda bernama Kyai Sabdoguna beristirahat di ketinggian bukit
mengamati pemandian air panas Krakal. Mendaki tangga batu yang sudah dikeramik
sebanyak kurang lebih 125 trap, hanya ada dua bangunan terkunci rapat. Yang
satu merupakan makam Kyai Sabdoguna dan istrinya dan bangunan yang satu milik
pengikutnya.
De Indische Courant bertanggal 25 April 1935 di bawah
judul, Krakalsche Genezingen: De Legende
van De Bron - Heil voor Rheumatieklijders (Penyembuhan Krakal: Legenda Asal
Usul – Keselamatan Untuk Penderita Rematik) menyebut-nyebut nama Kyai Sabdaguna
dan Nyai Sumaningrum beserta anaknya yang sakit kulit dan menemukan mata air
panas yang kelak dapat menyembuhkan. Pengalaman yang sama dialami oleh istri
Arung Binang V yang kelak membangun pesanggrahan dan pemandian air panas
Krakal.
Perjalanan dan peninjauan mulai dari makam orang Tionghoa
yang rusak, reruntuhan bekas penginapan hingga makam Sabdaguna dengan sentrum
pemandian air panas Krakal hanyalah sebuah upaya untuk merekonstruksi
kisah-kisah yang bersifat fragmentaris di sekitar pemandian air panas Krakal semasa
kolonial. Kisah-kisah yang diceritakan kembali melalui sejumlah laporan surat
kabar dan majalah di periode tersebut dan interpretasi terhadap sejumlah
artefak yang terserak yang sisanya masih menunggu untuk ditemukan kembali.
Terima kasih banyak Pak Teguh sudah diajak untuk sebuah perjalanan yang seru ^^
BalasHapusSepertinya yang diajak pak Teguh dech? He..he...
BalasHapusSemakin banyak khasanah ilmu yang saya dapatkan dari pak Teguh.
BalasHapusUngkap Kebumen dari segala sisi kehidupan sejarah terdahulu
kapan2 sy diajak pak Teguh hehe
BalasHapusKok menelusuri seputar pemandian tidak ngajak saya boss..
BalasHapus