Xerophthalmia,
mungkin sebuah istilah yang jarang didengar dalam percakapan sehari-hari.
Istilah xerophthalmia merujuk pada
sebuah penyakit mata akibat kekurangan vitamin A yang ditandai dengan mata
kering.
Tanpa pengobatan yang seksama, penyakit ini cenderung berkembang semakin parah seiring berjalannya waktu, bahkan hingga menyebabkan kerusakan serius pada kornea mata. Ketika xerophthalmia semkin akut, maka akan muncul jaringan kornea mata yang melepuh atau disebut dengan bintik Bitot. Jika dibiarkan, kondisi mata penderita dapat menjadi semakin parah, ditandai dengan munculnya luka memborok atau ulkus kornea. Hal tersebut berbahaya karena bisa menimbulkan kebutaan permanen pada penderita.
Tanpa pengobatan yang seksama, penyakit ini cenderung berkembang semakin parah seiring berjalannya waktu, bahkan hingga menyebabkan kerusakan serius pada kornea mata. Ketika xerophthalmia semkin akut, maka akan muncul jaringan kornea mata yang melepuh atau disebut dengan bintik Bitot. Jika dibiarkan, kondisi mata penderita dapat menjadi semakin parah, ditandai dengan munculnya luka memborok atau ulkus kornea. Hal tersebut berbahaya karena bisa menimbulkan kebutaan permanen pada penderita.
Di Kabupaten Kebumen tahun 1935
tercatat penyakit Xerophthalmia
menjadi sebuah wabah yang menyebar luas dan menyerang anak-anak. Oey Djoen
Hoat, seorang dokter yang diperbantukan di Kebumen menulis sebuah artikel dengan judul, “Het Voorkomen Van Xeropthalmie In eenige
Desa’s Van Het Regentschap Kebumen” (Mencegah Xeropthalmie di Beberapa Desa
di Kabupaten Kebumen) yang dimuat dalam Geneeskundig Tijdschrift Voor Nederlandsch
Indie (Majalah Medis Untuk Hindia Belanda) Vol 76 Ed 18, Tanggal 5 Mei 1936.
Artikel ini memberikan sebuah
laporan, deskripsi, analisis mengenai sebaran penyakit Xerophthalmia di Kabupaten Kebumen. Beberapa gejala yang teramati
sebagai Xeropthalmie menurut Dr. Oey adalah sbb:
(a) bintik-bintik putih di
kedua sisi kornea, yang dianggap sebagai kotoran cacing;
b) hemeralopia (kotok ajam;
kotok = penglihatan kabur; kotok ajam = karakteristik ayam bahwa mereka tidak
melihat pendekatan seorang pria di malam hari, hanya merespons ketika
disentuh).
c) "silo", alias
sensitif pada cahaya, anak berkedip dengan kelopak mata dan menjaga kelopak
mata setengah tertutup.
d) Anak tetap menutup mata dan
wajah menghadap ke dada ayah atau ibunya
Menurut Oey Djoen Hoat, Ayah atau ibu dari anak yang terjangkit Xerophthalmia tidak datang ke dokter atau mantri untuk dilakukan perawatan melainkan meminta “obat cacing”, dan juga untuk penderita impetigo (infeksi kulit yang menyebabkan terbentuknya lepuhan-lepuhan kecil berisi nanah) berupa “suntik”. Dr. Oey Djoen Hoat memilih memberikan terapi dengan minyak ikan kod (levertraan, Belanda)) tinimbang memberikan santonin. Jika dalam 3 hari tidak ada perubahan barulah akan diberikan santonin (Santonin adalah obat yang banyak digunakan di masa lalu sebagai anthelminthic, obat yang mengusir cacing parasit (cacing) dengan melumpuhkan mereka, saat ini tidak lagi terdaftar sebagai obat di sebagian besar negara).
Dr. Oey membuat sebuah tabel
yang memperlihatkan bahwa penyakit ini menjadi gejala umum pada waktu itu
(Tabel I). Dari total 8127 anak yang diperiksa, terdapat 108 anak menderita xerophthalmia, yaitu lebih dari 1%. Distribusinya
agak tidak merata dan persentase yang tinggi berada di distrik (kecamatan) Kutowinangun
dan sub-distrik Ambal sementara presentasi yang lebih rendah berada di
sub-distrik Alian dan Sadang di wilayah utara dengan pola makan yang sedikit
berbeda.
Berdasarkan distribusi gender, ditemukan
sebanyak 88 anak laki-laki dan 20 anak perempuan, sementara anak laki-laki dan
perempuan yang diperiksa masing-masing adalah 4532 dan 3595 orang; jadi lebih
banyak anak laki-laki. Sementara untuk anak di bawah tahun ditemukan sebanyak 1
orang; untuk anak 1 - 4 tahun ditemukan sebanyak 71 orang dan di atas 4 tahun sebanyak
36 orang. Di antara 108 kasus ini ditemukan 10 dengan gangguan kornea yang
masih aktif.
Setelah melakukan pendataan
asupan makanan dari semua desa-desa di Kabupaten Kebumen (Tabel II), Dr. Oey
berkesimpulan, “dat het A-vitamine
althans voor de jonge kinderen niet in voldoende mate in de Inheemsche voeding
in dit regentschap aanwezig is, hetzij door onkunde of andere oorzaak”
(bahwa
setidaknya untuk anak-anak, vitamin A tidak cukup terkandung dalam makanan penduduk
pribumi di kabupaten ini, baik dikarenakan ketidaktahuan atau penyebab lainnya,
1936:1103)
Kasus xeropthalmia mungkin sudah berlalu seiring dengan kemajuan zaman
dan perubahan gizi masyarakat di wilayah Kebumen pasca kolonial. Namun sejumlah
tantangan baru baik berupa penyakit yang disebabkan oleh karena problem gizi
atau problem sosial (HIV, ODGJ alias Orang Dengan Ganguan Jiwa, kasus bunuh
diri) di masa kini tentu harus menjadi perhatian dan skala prioritas.
Dibutuhkan keterlibatan para
peneliti lokal untuk memetakan sejumlah problem medikal maupun problem sosial
agar mengetahui skala ancaman dan bagaimana melakukan treatment yang tepat
khususnya bagi para pemangku kepentingan terkait.
Adalah lebih baik jika setiap keputusan dan kebijakan
yang dikeluarkan sebuah institusi didasarkan bukan hanya dari opini dan
pengalaman (experience and opinion-based policy), namun juga berdasarkan
bukti kuat di lapangan (evidence-based policy) melalui sebuah kajian dan riset mendalam. Tanpa adanya riset, setiap
langkah-langkah kebijakan menjadi tidak efektif dan sporadik. Pendataan
penyakit xeropthalmie di Kebumen tahun 1935 dapat menjadi sebuah rujukan bahwa
sebuah treatment membutuhkan sebuah riset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar