Ee ibo senenge
Konco tani yen nyawang
tandurane
Nyambut gawe
Awak sayah seneng atine
Parine lemu-lemu
Polowijo lan uga sak wernane
Katon subur kabeh tuwuh
Kang sarwo kinandur
Panyuwunku tinebehno saking
sambikolo
sih ing gusti mugi-mugi lestari
widodo
Sayuk rukun rame-rame
Gotong-royong kang dadi
semboyane
Konco tani saka guru tumerap
negarane
Demikianlah penggalan syair
langgam Jawa buah karya Ki Narto Sabdo yang sudah banyak lantunkan oleh
biduan/biduanita (termasuk Waljinah). Sebuah lagu yang melukiskan kegembiraan
para petani dalam mengerjakan penanaman dan pemanenan padi yang disebut sebagai
"soko guru negara" (di bidang ekonomi).
Sistem produksi pangan melalui
pertanian bukan hanya menciptakan kelas sosial yaitu petani namun melahirkan
kebudayaan dan teknologi pertanian baik berupa "pranatamangsa",
upacara ritual pra tanam maupun pasca tanam (brokohan dan wiwitan/jabelan)
bahkan sistem transaksi ekonomi tradisional berupa jual beli dengan membayar
"panjer" (uang muka).
Sebuah disertasi telah
diterbitkan menjadi buku di tahun 1925 karya Soebroto dengan judul, Indonesische
Sawah Verpanding yang menjelaskan secara panjang lebar mengenai sistem
produksi pertanian termasuk istilah "panjer".
Sistem produksi pangan berupa
pertanian di Nusantara telah berkembang sejak Abad 5 Ms sebagaimana disitir
N.C. van Setten van der Meer dalam bukunya, Sawah Cultivation in Ancient
Java: Aspects of Development During the lndo-Javanese Period, 5th to 15th
century (1979).
Dalam buku berjudul, The
Third Wave, Alvin Toffler menjelaskan bahwa terdapat 3 gelombang
peradaban manusia, yaitu: Gelombang Agraris (800 sM-1500 Ms), Gelombang
Industri (1500 Ms-1970 ), Gelombang Informasi (1970-2000-an).
Di era teknologi informasi,
haruskah sistem pertanian tetap mempergunakan teknologi tradisional demi
mempertahankan identitas kultural? Inovasi teknologi pertanian adalah sebuah
keniscayaan karena berperan penting dalam meningkatkan produktivitas pertanian.
Sistem Subak yang sudah
diteliti oleh N.C. van Setten van der Meer, bukan sekedar sistem irigasi
pertanian kuno di Bali yang telah di kenal sebelum Majapahit ada melainkan
sistem pengairan yang membawa keuntungan signifikan baik secara material,
sosial bahkan keagamaan (1979:42-43). Di dalamnya terkandung “irrigation
administration” (pengaturan pengairan) dan “irrigation system” (sistem irigasi).
Sistem ini tentu mencerminkan teknologi pada masanya yang masih relevan
dipergunakan sampai hari ini.
Namun demikian kita tidak hanya
menerima dan melestarikan teknologi pertanian pada masanya yang tentunya sudah
tidak relevan dipergunakan di era yang semakin berkembang. Bukankah setiap fase
jaman menuntut jawaban dan respon manusia secara berbeda? Inovasi teknologi (termasuk
pertanian) adalah bagian dari kebudayaan dan cara manusia menjawab fase zaman.
Sebagaimana dijelaskan Van Peurseun bahwa setiap zaman membutuhkan strategi
kebudayaan dan respon manusia yang berbeda, dimulai dari fase mitis, fase
ontologis hingga saat ini memasuki fase teknis (Strategi Kebudayaan,
1988:18-19).
Istilah “fase teknis” atau “gelombang
informasi” pun saat ini sudah lebih kompleks dari sebelumnya. Kita disebut
memasuki fase “revolusi industri 4.0” dimana telah terjadi sinergi luar biasa
antara teknologi digital dengan dunia usaha atau produksi di sebuah
industri.
Kita berkaca dari bangsa lain
mengenai inovasi teknologi pertanian. Jepang, selain menggunakan
peralatan-peralatan pertanian canggih, petani di Jepang kini telah
mengembangkan pertanian tanpa lahan. Revolusi pertanian tanpa lahan dilakukan
para ahli agroteknologi di Jepang untuk menyikapi lahan tanah yang semakin
berkurang (Band. 10 Teknologi
Pertanian Modern Paling Canggih Terbaru - https://www.youtube.com/watch?reload=9&v=H6LU2itMl1I).
Israel, dengan negara tandusnya
dianggap berhasil mengembangkan teknologi pengairan terbaik di dunia. Sistem
Teknologi Air Buatan Israel mampu mendaur ulang air dengan efektif, murah dan
efesien. Teknologi hidroponik yang dimiliki Israel bahkan telah membantu sejumlah
negara al,mAmerika Serikat, Spanyol, Turki, India, Vietnam, Thailand, Africa,
Autsralia, dll dalam memecahkan masalah menanam sayuran di saat musim kemarau. Melalui
teknologi green house yang canggih
dengan sistem pemantauan terintegrasi dengan komputerisasi membuat lahan perkebunan
Israel menjadi yang terbaik (Band. Green
Revolution in Deserts of Israel
-https://www.youtube.com/watch?v=UDQ5W0gV5sA&list=PLyvYBWjnz4f6AMqeNMestLLHzHAvEGn-u&index=2&t=0s).
Di Indonesia khususnya Aceh
belum lama ini ramai dibicarakan di media televisi maupun media elektronik
perihal penggunaan drone untuk melakukan penyemprotan tanaman (Band. Inovasi Drone Pertanian Karya Anak Bangsa
- https://www.metrotvnews.com/play/NnjCdvmy-inovasi-drone-pertanian-karya-anak-bangsa).
Semua contoh ini membuktikan
bahwa produktifitas pertanian tidak akan terjadi tanpa inovasi teknologi.
Inovasi teknologi adalah hasil sebuah produk kebudayaan. Fase zaman yang
berbeda membutuhkan teknologi pertanian yang berbeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar