Peta 1817
Dalam artikel
sebelumnya, saya mencoba melacak toponimi Panjer dan keterkaitannya dengan
konteks sosio kultural, sebagai sebuah tanggapan terhadap sebuah artikel yang
juga mencoba mengkaji perihal toponimi Panjer dari perspektif astronomis (Teguh
Hindarto, Kajian Toponimi Pandjer Kebumen
- https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2019/12/kajian-toponimi-pandjer-kebumen-sebuah.html).
Kali ini, kita
akan mencermati kedudukan Panjer dari perspektif sosio historis dan
keterkaitannya dengan ketiadaan nama Panjer dalam peta yang dibuat oleh
pemerintahan Belanda namun muncul dalam peta yang dibuat oleh Raffles.
Nama Panjer
(sebelum berubah menjadi Kebumen) tidak akan ditemukan dalam peta yang dibuat
Belanda termasuk dalam peta yang dibuat tahun 1930-an namun masih bisa kita
dapatkan dalam "A Map of Java" yang
dibuat oleh Thomas Stamford Raffles tahun 1817. Dalam peta itu, Panjer
merupakan sebuah kadipaten -termasuk Ambal- yang berada di Bagelen yang
merupakan wilayah Mancanegara dari Kasunanan Surakarta maupun Kasultanan
Yogyakarta.
Apakah Panjer
merupakan sebuah kerajaan mandiri (sebagaimana anggapan beberapa orang) atau
hanya sebuah kadipaten? Semenjak Perjanjian Giyanti (1755), Wilayah Bagelen -
di mana Kadipaten Panjer berada di dalamnya - telah kehilangan statusnya dari
"negaragung" menjadi "mancanegara". Demikian pula ketika
Perang Jawa berakhir (1830), wilayah Bagelen - di mana Panjer berada - dibagi
kepemilikannya menjadi wilayah kerajaan (Surakarta dan Yogyakarta) dan wilayah
Belanda. Itulah sebabnya di Bagelen ditempatkan seorang Residen sebagai wakil
pemerintahan Belanda.
Mengapa nama
Panjer hilang dari peta buatan Belanda? Pasca Perang Jawa dan kekalahan
Diponegoro, Belanda melakukan penataan wilayah yang telah dikuasai termasuk
mengubah nama daerah sebagaimana dikatakan Th. Pigeaud dalam bukunya, Javaanse
Volksvertoningen sbb: "Sinds de Java-oorlog zijn er echter
vele oude namen veranderd en verdwenen door nieuwe bestuursindelingen"
(Namun, sejak perang Jawa, banyak nama lama telah diubah dan dihilangkan karena
struktur administrasi baru - 1938:92). Arungbinang IV kemudian ditetapkan menjadi
bupati Kebumen pertama menggantikan Kolopaking IV yang gugur dalam pertempuran.
Peta 1873
Berkaitan
dengan, “oude namen veranderd en verdwenen” (nama lama telah diubah dan
dihilangkan), maka nama Remo Jatinegara diubah menjadi Karanganyar dan Panjer
diubah menjadi Kebumen. Nama Kebumen sudah dikenal di masa Perang Jawa dan
disandingkan dengan nama Panjer, sebagaimana bunyi sebuah laporan oleh Letnan
Gubernur Jendral De Cock yang dimuat De Javasche Courant bertanggal 18
Juli 1828, “Dalam ekspedisi tiga hari,
yang dilakukan komandan kolone ke-8 yang berposisi di wilayah Tenggara Panjer
Keboemen, bersama dengan barisan Roma di Komiet (Kemit) dan detasemen di bawah
Mayor Calson di Petanchan (Petanahan), beberapa pemberontak yang telah ditemui,
berhasil dihapus atau dibekukan (ditumpas)” (Teguh Hindarto, Kebumen Dalam De Java Oorlog - https://www.inikebumen.net/2019/10/kebumen-dalam-de-java-orloog.html).
Peta 1931
Di mana letak
bekas pendopo dan rumah Kadipaten Panjer saat ini? Menurut memori kolektif
masyarakat Kebumen yang pernah dicatat oleh sejumlah penulis, kawasan Pasar
Tumenggungan merupakan bekas pendopo Kadipaten Panjer.
Tirtowenang
Kolopaking dalam bukunya, Sejarah Silsilah Wiraseba Banyumas: Ki Ageng
Mangir, Kolopaking, Arungbinang menuliskan bahwa pasca kekalahan
pasukan Panjer di bawah pimpinan Kolopaking IV (1831) saat berhadapan dengan
pasukan Arungbinang IV, maka pendopo Panjer yang semula di kawasan yang
sekarang dijadikan Pasar Tumenggungan kemudian digeser ke Barat dekat Masjid
Agung sekarang. Selengkapnya dikatakan, “Kemudian
di Kadipaten Panjer Rooma, bahwa Adipati Arung Binang IV merencanakan pedopo
Panjer dan kegiatan jalannya roda pemerintahan akan di pindah ke sebelah barat
pendopo yang ada sekarang dan sebelah utara mesjid tempat Kyai R. Jomenggolo
ditangkap dan tentang pemindahan pendopo kadipaten dan kegiatan pemerintahan,
tunggu persetujuan dari V.O.C. Belanda dan ternyata pihak V.O.C tidak
keberatan, kemudian pembangunan pendopo kadipaten bersamaan dengan pemugaran
,esjid Agung serta penggantian nama dari Panjer Rooma menjadi Kebumen sekarang
ini, dan pendopo kadipaten tempat kegiatan jalannya roda pemerintahan dan bekas
pendopo Panjer, dijadikan pasar bernama “Pasar Temanggungan” sampai sekarang
dan di sebelah utara ada jalan bernama Jalan Kolopaking hingga sekarang ini”
(2005:306).
Demikian pula
Agus Jumali dalam bukunya, “Pasar Kebumen
Masa Pemerintahan Arung Binang VII” menuliskan, “Di tahun 1900-an didirikan
pasar baru di bekas rumah Katumenggungan Kolopaking yang berlokasi di tepi
jalan raya propinsi dan tidak jauh dari pasar lama...Karena lokasinya di bekas
rumah katumenggungan, maka pasar ini disebut Pasar Tumenggungan. Sedang pasar
lama, karena letaknya di desa Kenteng (tempat ibadah agama Kong Hu Cu) disebut
Pasar Kenteng” (2011:32).
Melihat alur
kronologis historis tersebut, menjadi jelas bahwa Panjer adalah sebuah wilayah
kadipaten dan kabupaten sejak era Mataram Islam hingga Kasunanan Surakarta dan
Kasultanan Yogyakarta yang kemudian berganti menjadi Kebumen pasca berakhirnya
Perang Jawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar