Beberapa ratus meter ke arah Barat dari rumah bekas Kabupaten Ambal milik Poerbonegoro, berdiri sebuah bangunan tua membisu di antara beberapa rumah di kanan kirinya dan sebidang tanah pekarangan yang di tanami sejumlah pepohonan oleh warga.
Kondisi struktur rumah masih terlihat kokoh sekalipun sudah kosong dan berdebu serta menampakkan aroma mistis jika melihat dan memasukinya. Menurut informasi yang dikumpulkan dari berbagai keterangan masyarakat oleh Bapak Hardi Nugroho yang berprofesi sebagai seorang guru, bangunan tersebut telah ada dan berfungsi sebagai sebuah klinik kesehatan sejak era kolonial Belanda dan Jepang. Tidak banyak informasi yang didapatkan mengenai keberadaan rumah tua yang disebutkan sebagai klinik era kolonial tersebut.
Bapak hardi Nugroho menambahkan bahwa di zaman perang kemerdekaan keberadaan klinik tersebut dipergunakan untuk menampung korban peperangan dan banyak jenazah yang ditampung di sana, baik korban dari rakyat maupun TNI.
Pasca kemerdekaan dari tahun 1945 sampai tahun 1970-an klinik tersebut dipergunakan sebagai Puskesmas. Kemudian pada tahun 1980 klinik tersebut pernah dipergunakan sebagai pemukiman pegawai kesehatan, karena puskesmas Ambal sudah memiliki bangunan sendiri.
Apa yang dapat kita ketahui dari sejumlah data dan dokumen masa silam rumah tua tersebut? Sebuah keterangan menarik didapatkan dalam sebuah publikasi surat kabar Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie bertanggal 27 Februari 1884 mengenai sebuah wabah yang melanda Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Karanganyar (sebelum tahun 1936, kedua wilayah ini kabupaten yang berdiri sendiri).
Wabah apakah itu? Surat kabar tersebut mengutip berita dari Javasche Courant tentang isi telegram seorang Hoofdinspecteur (Inspektur Kepala) bernama Hejjting yang melaporkan sebuah De koorts-epidemie (wabah penyakit demam). Tidak disebutkan secara detail apa nama penyakit tersebut selain sebuah demam tinggi yang melanda sejumlah wilayah di Kebumen dan Karanganyar.
Ada empat isi telegram yang dimuat dalam koran tersebut yaitu tanggal 21, 23, 24, 25 Februari 1884. Salah satu isi telegram bertanggal 23 Februari menuliskan demikian:
“Keboemen, 23 dezer. ‘Gisteren districten Karanganjer en Sokka bezocht. Koortsziekte zeer verminderd. Stand voedingsmiddelen normaal. Padivelden en erven geheel beplant. Voor de afdeeling geen voorziening noodig. Ik begin heden met afdeeling Keboemen, Van af begin der koortsen tot heden is van de bevolking der afdeeling Karanganjer 23 procent ziek geweest, 3 procent daarvan overleden. Afdeeling Keboemen 26 procent ziek geweest, 4 procent daarvan gestorven. Van de ziekenzijn overleden: Karanganjer 12 procent, Keboemen 16 procent. Thans nog ziek van de bevolking Karanganjer 2 procent, Keboemen 2 procent"
Terjemahan bebas:
“Keboemen, (tanggal) 23 ini. ‘Saya mengunjungi distrik Karanganjer dan Sokka kemarin. Penyakit demam sangat berkurang. Ketahanan makanan normal. Sawah dan benih sepenuhnya ditanam. Tidak ada ketentuan yang diperlukan untuk Kabupaten. Saya mulai hari ini dengan Kabupaten Keboemen. Dari awal demam hingga sekarang, 23 persen penduduk Kabupaten Karanganjer sakit, 3 persen di antaranya telah meninggal. Kabupaten Keboemen 26 persen sakit, 4 persen di antaranya meninggal. Dari orang sakit yang meninggal: Karanganjer 12 persen, Keboemen 16 persen. Yang masih sakit penduduk Karanganjer 2 persen, Keboemen 2 persen"
Dua dari isi telegram tersebut yaitu bertanggal 24 Februari 1884 menyebutkan mengenai wabah demam di Ambal (salah satu distrik di Kebumen) yang memakan korban cukup banyak sbb:
“Keboemen, 24 dezer. ‘Gisteren gedeeltelijk districten Kedong tawon en Ambal der afdeeling Keboemen bezocht. District Ambal zwaar geteisterd, zijnde hier van de bevolking 50 procent ziek geweest en 8 procent gestorven. Geheele gezinnen uitgestorven. Thans ziekte veel verminderd, maar nog zichtbaar aan het uiterlijk der lieden. Koortsdrank voldoende; voorraad voedingsmiddelen niet ruim, doch zulks gewoon in dit jaargetijde en iedereen eet nog dagelijks rijst. Bouwvelden en erven allen beplant; padioogst veel belovend, hier en daar reeds aangevangen".
Terjemahan bebas:
“Keboemen, (tanggal) 24 ini. ‘Kemarin, sebagaian dari kami mengunjungi distrik Kedong Tawon dan Ambal Kabupaten Keboemen. Distrik Ambal sangat menderita, berada di sini 50 persen penduduknya sakit dan 8 persen meninggal. Seluruh keluarga lenyap. Sekarang penyakitnya jauh berkurang, namun masih terlihat dalam penampilan orang-orang. Minuman (obat) demam masih cukup; pasokan makanan tidak banyak, tetapi ini hanya di musim ini dan semua orang masih makan nasi setiap hari. Perladangan dan benih semuanya ditanam; panen padi menjanjikan, sudah dimulai di sana - sini ".
Sementara telegram bertanggal 25 Februari 1884 menyebutkan keberadaan sebuah proefhospitaal (rumah sakit percobaan) di Ambal yang ditinggalkan orang-orang sbb:
“Keboemen 25 dezer. “Ik ga heden districten Premboen en Kedong tawon bezoeken; het proefhospitaal te Ambal door alle lijders uit vrees verlaten, nadat twee hunner daarin overleden zijn".
Terjemahan bebas:
“Keboemen (tanggal) 25 ini. ‘Saya akan mengunjungi distrik Premboen dan Kedong Tawon hari ini; rumah sakit percobaan di Ambal ditinggalkan oleh semua penderita karena ketakutan setelah dua dari mereka meninggal di sana”.
12 tahun paska penghapusan Kabupaten Ambal (1872) dan menjadi salah satu distrik dari Kebumen, sebuah rumah perawatan kesehatan telah hadir di kawasan ini. Apakah keberadaan proefhospitaal (rumah sakit percobaan) ini berkaitan dengan de koorts-epidemie (wabah penyakit demam) yang sedang melanda wilayah tersebut atau sudah berdiri sebelum terjadinya wabah demam, belum ada data yang memastikan.
Jika bangunan tua lusuh yang saat ini berdiri di pinggiran Jalan Poerbonegoro adalah proefhospitaal yang dimaksudkan dalam berita koran 1884, alangkah lebih baiknya jika pemerintahan desa atau sejumlah komunitas yang peduli dengan historical heritage (warisan sejarah) bergotong royong mengembalikan bentuk asli bangunan dan merapihkannya agar dapat diakses oleh publik.
Sebagaimana rumah Kabupaten Ambal, makam Bupati Ambal, bekas Masjid Agung Ambal serta gudang penyimpanan garam telah teridentifikasi catatan historisnya maka bangunan tua lusuh ini bisa menambah daftar historical heritage yang dimiliki oleh Ambal sebagai warisan masa lalunya.
Sejarah, bukan melulu sebuah peristiwa politik yang terdokumentasi atau sepak terjang orang-orang besar yang mempengaruhi nasib sebuah bangsa. Sejarah berbicara seluruh dinamika dan perubahan kehidupan termasuk kisah orang-orang yang tersingkirkan, bangunan yang memiliki peranan di suatu masa (rumah sakit, hotel, pegadaian, kantor pos, stasiun, pabrik dll), kawasan yang pernah menjadi titik pertemuan peristiwa tertentu, dll.
Sejarah, bukan lagi sebuah pelajaran mekanis menghafal angka tahun dan peristiwa penting melainkan sebuah kegiatan untuk melakukan observasi dan investigasi masa lalu peristiwa maupun bangunan yang ada di kota/desa kita, dengan melibatkan mereka yang memiliki kepedulian terhadap riset sejarah.
Hasilnya? Bukan saja kita mengetahui narasi dan konteks yang melatarbelakangi sebuah artfeka berupa gedung atau peristiwa. Bahkan kita bisa menyiasati masa depan dengan merujuk sejumlah peristiwa di masa lalu sebagai sebuah pelajaran.
Sangat perlu perhatian dari stakeholder yang ada,
BalasHapusTerimakasih info yg sangat menarik dan semoga bisa cepat di tindaklanjuti oleh masyarakat dan pemerintah ...misal dibangkitkan kembali nilai histori tentang AMBAL yg dulu adalah sebuah kabupaten mungkin bisa menjadi daya tarik tersendiri ...
BalasHapus