Kegiatan turisme dan pariwisata ternyata bukan produk
negara modern pasca kolonialisme. Sejak era kolonialisme, kegiatan turisme
telah berlangsung secara sistematik sejak tahun 1908 (sebelum tahun ini
kegiatan wisata belum terstruktur dan tersistematisasi).
Sebagaimana telah saya ulas dalam artikel sebelumnya, “Hotel Untuk Para Mener dan Mevrouw di
Kebumen dan Gombong Era Kolonial” (Teguh Hindarto,
historyandlegacy-kebumen.blogspot.com) bahwa pada tahun 1934, Royal Dutch Mail mencoba memikat
wisatawan ke Hindia Belanda dengan memasang iklan di majalah Tourism in Netherland Indie. Majalah itu
didistribusikan ke seluruh dunia oleh Vereeniging
Toeristenverkeer.
Iklan tersebut menjanjikan layanan yang baik, pantai
pohon palem dan budaya eksotis. Dengan melakukan hal itu, majalah tersebut
hendak memaparkan dua fitur era modern: pariwisata dan imperialisme. Awal abad
ke-20 menyaksikan kebangkitan global pariwisata modern terus berlanjut, karena
waktu luang semakin menentukan kehidupan di metropol (negara induk sebuah
koloni), inovasi transportasi membuat dunia lebih kecil, dan infrastruktur
wisata muncul di mana-mana. Selain itu, Royal
Dutch Mail adalah perusahaan penting dalam proyek kekaisaran Belanda.
Ketika kerajaan-kerajaan Eropa meluas ke seluruh dunia, begitu pula dengan
kapal uap dan kereta api yang menghubungkan metropol ke koloni-koloninya. Vereeniging Toeristenverkeer didirikan
di era imperialisme dan pariwisata ini.
Kisah Vereeniging
Toeristenverkeer adalah kisah
tentang bagaimana kekuatan kekaisaran Belanda, pemerintah kolonial dan
pengusaha, memobilisasi pariwisata untuk proyek kekaisaran Belanda. Oleh karena
itu, sebagaimana dikatakan, Hans Meulendijks, dalam bukunya Tourism
and imperialism in the Dutch East Indies: Guidebooks of the Vereeniging
Toeristenverkeer in the late colonial era (1908-1939), “Therefore, the history of the Vereeniging
is approached as ‘tourism in an imperial context’, rather than ‘imperial
tourism.’ This prevents that the understanding of the Vereeniging is
overdetermined by imperialism” (sejarah Vereeniging didekati sebagai
'pariwisata dalam konteks kekaisaran', bukan 'pariwisata kekaisaran' . Ini
mencegah bahwa pemahaman Vereeniging terlalu ditentukan oleh imperialisme,
2017:20).
Menarik membaca sebuah buku dengan judul, Handboek
Voor Tourisme In Nederlandsch Indie yang dikeluarkan oleh De
Koninklijke Vereeniging Java Motor Club . Buku ini tanpa
keterangan terbit namun jika memeriksa di data yang tersedia secara on line
oleh ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia), tertera tanggal penerbitan buku
panduan turisme yaitu1929.
Buku ini berisikan daftar berbagai hotel dan tempat
wisata di seluruh Hindia Belanda yang terhubung dengan organisasi Java Motor Club termasuk di wilayah
Kebumen dan Karanganyar (sebelum tahun 1937, Kebumen dan Gombong merupakan
wilayah tersendiri. Gombong merupakan salah satu distrik dari Kabupaten
Karanganyar)
Daftar nama-nama sejumlah hotel yang terhubung dengan Java Motor Club di seluruh Hindia
Belanda termasuk di Kebumen (Bad Krakal Hotel) dan Gombong (Hotel Gombong)
menunjukkan sebuah alasan bagi kita bahwa keberadaan hotel yang telah
berkembang bukan sekedar tempat peristirahahatan bagi mereka yang bepergian
jauh melainkan berkaitan dengan kegiatan wisata di era kolonial.
Bad Krakal (pemandian Krakal) dan Karangbolong (pesanggrahan dan
pantai serta gua sarang walet) terlacak sebagai lokasi kewisataan yang telah
dikenal sejak lama. Dengan demikian menjadi jelas, mengapa kita kerap mendapati
sejumlah grafiti berwarna hitam dari tahun 1800-an dan 1900-an di kawasan gua
Karangbolong. Itu dikarenakan kawasan tersebut telah menjadi pusat tujuan
wisata di Jawa Tengah (Teguh Hindarto, Membaca
Grafiti di Gua Jatijajar – historyandlegacy-kebumen.blogspot.com)
Selain Gua Karangbolong (saat itu masuk wilayah
Kabupaten Karanganyar), di Gombong tersedia sebuah kolam renang terkenal yang
dikelola militer Belanda yang berada di sekitar Pupilen School di kawasan Fort
Cochius (sekarang Benteng Van Der Wijk) dengan keterangan sbb: Militaire zwemgelegenheid; voor het zwemmen
van vreemdelingen is toestemming vereischt van den Plaatselijk Militairen
Commandant (Fasilitas renang militer; untuk berenang, orang asing harus
mendapat izin dari Komandan Militer Lokal). Kawasan kolam renang tersebut
sampai hari ini masih ada dan menjadi bagian dari wisata benteng Van der Wijk (aslinya bernama Fort Cochius)
Mengenai Gua Karangbolong, lokasi ini bukan hanya
telah dikenal sejak tahun 1800-an sebagai tempat pengunduhan sarang burung
walet dan para pengunduh yang bekerja dengan peralatan sederhana serta
kepercayaan terhadap kekuatan penguasa Pantai Selatan. Tempat ini juga menjadi
kawasan wisata yang terkenal dan banyak diminati orang.
Dalam buku ini diberikan sebuah keterangan yang cukup
panjang lebar mengenai keadaan pengunduhan sarang walet di gua Karang Bolong
dan pesangrahan yang didirikan di sekitar gua sbb:
Karangbolong is van uit Gombong per auto te bereiken. De weg (± 18 km) is
tot aan Djeladrie Kidoei goed berijdbaar, op enkele stukken na, welke in den
Westmoesson veel onder water komen. Het laatste stuk van Djeladrie KidoeI naar
Karangbolong (± 3 K. M.) was oorspronkelijk niet berijdbaar.
Karangbolong dapat dicapai dengan “auto” (kendaraan
bermotor beroda empat) dari Gombong. Jalan ini (± 18 km.) dapat dengan mudah
dicapai sejauh Djeladrie Kidoel dengan pengecualian beberapa bagian, yang
sering terendam saat terjadi Monsun Barat. Bagian akhir dari Djeladrie KidoeI
ke Karangbolong (± 3 km.) pada awalnya tidak dapat diakses
Thans kunnen auto's in den drogen tijd wel tot Karangbolong komen. In den
Westmoesson zijn tochten naar Karangbolong niet aan te raden, aangezien de vrij
geaccidenteerde weg glibberig is, en vele bochten heeft. Te Karangbolong is een
passanggrahan, welke in pacht is gegeven aan den Heer Oei Tjing Hwat, handelaar
te Gombong, die mede de grotten in pacht heeft. Bij voorafgaande waarschuwing
kan voor rijsttafel en ander voedsel worden gezorgd. Van den passanggrahan moet
men, om de grotten te naderen, nog ± 3 km bergopwaarts gaan. Ofschoon voor
gewone toeristen het afdalen in die grotten niet doenlijk is, blijft het toch
heel interessant, te zien, hoe de Javaan met zijn primitieve middelen in die
donkere bolten binnendringt, om de eetbare vogelnestjes te bemachtigen
Sekarang, “auto” dapat datang ke Karangbolong saat
jatuh musim kemarau. Saat terjadi Monsun Barat, perjalanan ke Karangbolong
tidak disarankan, karena jalan yang tidak rata, licin dan memiliki banyak
lengkungan (bochten). Ada sebuah pesanggrahan di Karangbolong, yang disewakan
(pacht) kepada Tn. Oei Tjing Hwat, pedagang di Gombong, yang juga menyewa gua.
Dengan terlebih dahulu melakukan pemesanan, meja nasi dan makanan lainnya dapat
disediakan. Dari passanggrahan, seseorang harus menempuh ± 3 km menanjak untuk
mendekati gua. Meskipun tidak layak bagi wisatawan biasa untuk turun ke gua-gua
itu, masih sangat menarik untuk melihat bagaimana orang Jawa, dengan sarana
primitifnya, menembus ke dalam tonggak gelap itu untuk mendapatkan sarang
burung walet yang bisa dimakan (de eetbare vogelnestjes)
De zoogenaamde pluk heeft vier maals jaars plaats en wel in de maanden
Januari, April of Mei, Augustus of September en November. Onnoodig te zeggen
dat ieder jaar de pluk begint met een groote slametan om de Godin Njai Loro
Kidoel gunstig voor de plukkers te stemmen.
Yang disebut pengunduhan (pluk) berlangsung sebanyak
empat kali dalam setahun yaitu pada bulan Januari, April atau Mei, Agustus atau
September dan November. Jangan ditanya lagi, pengunduhan dimulai setiap tahun
dengan slametan besar membuat Dewi Njai Loro Kidoel memberi keuntungan bagi
para pengunduh
De grot Goewo Djoembleng is vanaf een zeker punt zichtbaar. Voor de
afdaling maakt de Javaan gebruik van rottan ladders die voor deze grot een
lengte hebben van ruim 150 M. Verder kan de grot worden betreden door klimmers
en springers. hetgeen groote behendigheid vereischt in verband met de steeds
onstuimige zee.
Gua “Goewo Djoembleng” terlihat dari titik tertentu.
Untuk menuruninya, orang Jawa menggunakan tangga rotan yang memiliki panjang
lebih dari 150 m. Untuk gua ini, pendaki dan pelompat juga bisa memasuki gua
yang membutuhkan kelincahan besar sehubungan dengan laut yang selalu bergolak
Voor de grot Goewo Gedeh geschiedt de afdaling langs de rotsen ook middels
een rottanladder die ongeveer 100 m lang is.
Untuk menuju gua “Goewo Gedeh”, tindakan menuruni
sepanjang bebatuan juga terjadi dengan menggunakan tangga rotan sepanjang
sekitar 100 m
Deze grot gaat in horizontale richting ongeveer 800 M. diep en heeft
inwendig nog een tiental zijgangen. In deze grot komen de Javanen binnen op
loopplanken beter gezegd, op loopbamboes. Deze worden middels touwen aan de
rotsen vastgemaakt.
Gua ini berjalan sekitar 800 m dalam arah horizontal dan masih memiliki
selusin koridor di bagian dalamnya. Orang Jawa memasuki gua ini melalui lorong
-lebih baik dikatakan- di atas simpul bambu. Bambu ini melekat pada batu oleh
tali
Feitelijk zijn er niets dan twee rijen bamboes onder elkaar, de onderste
bamboe wordt betreden en aan de bovenste houden zij zich vast. Deze bamboes
worden in van te voren gemaakte gaten in de rots middels lussen opgehangen; dus
een min of meer schommelende weg en niets voor menschen met ruimtevrees of
zwakke zenuwen.
Faktanya, tidak ada yang lain kecuali dua baris bambu
di bawah satu sama lain, di mana bambu bagian bawah dimasukkan dan mereka
menempel di bagian atas yang tersangkut. Bambu-bambu ini digantung dengan
lilitan dalam lubang yang sudah dibuat pada batu; sehingga kurang lebihnya
membuat jalan bergoyang dan tidak menimbulkan masalah bagi orang-orang yang takut
akan ruang atau lemah syaraf.
Pembacaan buku usang dan berbahasa Belanda di tahun
1929 (yang kerap diabaikan dan disepelekan) perihal geliat turisme dan
pariwisata, menolong kita memahami sejumlah kawasan wisata di Kebumen yang
memiliki akar historis, seperti Karangbolong dan pemandian air panas Krakal.
Akar historis ini bisa menjadi nilai jual tersendiri yang dikemas menjadi bahan
edukasi sejarah dan kewisataan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar