Surat cintaku yang pertama
Membikin hatiku berlomba
Seperti melodi yang indah
Kata-kata cintanya
Penggalan lagu yang dilantunkan
penyanyi Vina Panduwinata tentu masih melekat dalam ingatan mereka yang pernah
menjadi siswa Sekolah Menengah Umum pada tahun 1980-an. Ya, lirik lagu tersebut
bukan hanya menjadi sebuah penyemangat bagi muda dan mudi yang sedang memadu
kasih dan menunggu kabar dari kekasihnya. Lirik lagu tersebut mengambarkan
interaksi sosial melalui surat menyurat yang dikirim melalui petugas pos. Ada
hubungan emosional antara surat yang ditulis dan dikirmkan dengan pembaca yang
menantinya.
Di era revolusi teknologi
informasi di mana segala bentuk interaksi dan komunikasi verbal telah
digantikan melalui bentuk komunikasi visual dan virtual melalui jasa surat
elektronik dan media Whatshap dsj, maka peran surat menyurat dengan media
kertas telah berakhir (walau beberapa masih ada yang berusaha
mempertahankannya).
Awal Pelayanan Pos di Hindia Belanda
Kapan sebenarnya pelayanan kantor
pos telah di mulai di Indonesia? Ada beberapa perbedaan tarikh kemunculan
pelayanan pos di Indonesia namun semua sepakat bahwa pelayanan publik ini sudah
dimulai di era kolonial. Setidaknya ada tiga sumber yang menunjukkan tarikh
yang berbeda dan kita deretkan sebagai sumber referensi yang berharga.
Pertama, Dalam sebuah ensiklopedi yang ditulis oleh
T.J.Bezemer dijelaskan perihal kebaradaan kantor pos yang tidak bisa dilepaskan
dengan keberadaan pelayanan transportasi publik bernama kereta api. Dalam buku Beknopte
Encylopiedie van Nederlandsch Indie dijelaskan, “Zoodra in 1871 de eerste spoorweg word geopend tusschen Weltevreden en
Batavia, maakte men dozen aan het postverkeer dienstbaar; 7 jaar later kwam de
eerste regeling tot stand voor het vervoer van de post langs spoorwegen”
(Segera setelah kereta api pertama dibuka antara Weltevreden dan Batavia pada
tahun 1871, kotak-kotak tersedia untuk lalu lintas pos; Tujuh tahun kemudian,
pengaturan pertama dibuat untuk pengangkutan surat di sepanjang jalur kereta
api -1921:432)
Kedua, namun menurut
sebuah artikel berjudul, “Postage Stamps
and Postal History of Indonesia” dijelaskan bahwa Pelayanan Kantor Pos
Indonesia yang didirikan pada tanggal 27 September 1945, berakar pada
penggunaan prangko di Hindia Belanda yang dimulai sejak 1 April 1864
(https://www.revolvy.com). Perangko yang beredar pertama di Hindia Belanda
tersebut dicetak di Utrecht, Belanda, pada 1 April 1864. Perangko itu
memperlihatkan gambar Raja Willem III dari Belanda dan memiliki nilai nominal
sepuluh sen. Ini dirancang oleh T W Kaiser.
Ketiga, Sementara sebuah
artikel dengan judul, “Sejarah PT Pos
Indonesia Sejak Berdiri” menjelaskan bahwa institusionalisasi pengiriman
pos telah dimulai sejak tahun 1746, semenjak Gubernur Jenderal Hindia Belanda
bernama Gustaaf Willem Baron van Imhoff mendirikan kantor perusahaan pos
pertama di Hindia Belanda, tepatnya di Batavia (sekarang Jakarta) pada 26
Agustus 1746 (https://www.tagar.id). Pelayanan jasa pengiriman pos mulai
berkembang saat kepemimpinan Gubernur Jenderal Daendels, melalui pembangunan Groote Postweg atau Jalan Raya Pos
(sekarang Jalur Pantai Utara Jawa/Pantura) yang ia gagas pada tahun 1808.
Pembangunan jalan sepanjang 1000 km tersebut menghubungkan Anyer, Banten hingga
Panarukan, Jawa Timur dengan sistem kerja paksa. Jalan yang dibangun selama
setahun itu juga membangun kantor-kantor pos setiap 4.5 kilometer sekali.
Saat masa peralihan dari era
Gubernur Jenderal James Loudon (1872-1875) ke Johan Wilhelm van Lansberge
(1875-1881), Dinas Pos digabung dengan Dinas Telegraf dengan status jawatan
milik pemerintah. Nama institusinya pun menjadi Posten Telegrafdienst, demikian
tulis artikel berjudul “Sejarah PT Pos
Indonesia: Dari Zaman VOC Hingga Jadi BUMN” (https://tirto.id)
Awal Pelayanan Pos di Kebumen
Bagaimana dengan pelayanan kantor
pos di Kebumen? Kapankah tarikh berdirinya bangunan kantor pos di Kebumen dan
dimulainya pelayanan jasa pengiriman surat di kota ini? Ketika penulis
mengunjungi pimpinan kantor pos Kebumen, merekapun mengalami kesulitan untuk
mendapatkan data tersebut.
Namun demikian ada sebuah
penemuan data yang cukup menarik dari sebuah laman berbahasa Belanda
(http://www.studiegroep-zwp.nl/halten/) di mana ada keterangan di bawah gambar
kartu pos berstempel Kebumen sbb:
“Keboemen gebruikte in de eerste jaren na opening van het station een
haltestempel op post, hoewel er al sinds 20-03-1885 een postkantoor aanwezig
was. Waarschijnlijk kreeg het op 01-10-1891 ook een postdienst”
Terjemahan bebas:
“Keboemen menggunakan stempel pos pada tahun-tahun awal setelah
pembukaan stasiun, sekalipun keberadaan kantor pos sudah berdiri sejak 20 Maret
1885. Kemungkinan juga menerima pelayanan pos pada 01 Oktober 1891”
Di atas keterangan tersebut
tertulis angka “ss-wl 20 jul 1887”.
Kemungkinan ini tarikh pembukaan stasiun Kebumen (Band. Teguh Hindarto, Stasiun Kebumen: Masa Lalu dan Masa Kini
– historyandlegacy-kebumen.blogspot.com).
Keterangan pendek di atas menjelaskan bahwa kantor pos Kebumen sudah
ada sejak 20 Maret 1885. Sayangnya belum ada data pembanding lain yang
memberikan konfirmasi berkaitan dengan data ini.
Sebuah berita menarik sekaligus
dramatis menghubungkan nama kepala kantor pos Kebumen di tahun 1897 dengan
tindakannya melakukan penembakkan terhadap keponakannya dan kemudian membunuh
dirinya di Blitar. Jika dalam artikel sebelumnya pernah terjadi sebuah
peristiwa dramatis yang menimpa seorang pemilik gedung bioskop di Kebumen tahun
1929 berupa tindakan peracunan oleh pembantu rumah tangganya (Teguh Hindarto, Bioskop Kebumen dan Peristiwa Kopi Beracun Tahun
1929 – historyandlegacy-kebumen.blogspot.com). Maka kali ini peristiwa
dramatis terjadi di Blitar namun pelaku dan korbannya adalah seseorang yang
bertugas di Kebumen tahun 1897.
Dimuat oleh harian Soerabaiasch
Handelsblad bertanggal 14 Desember 1897 pada paragraf pertama
dituliskan:
“Gisteren morgen is hier een drama afgespeeld. De Heer Henri van
Thienen, postchef te Keboemen (Bagelen), heeft zelfmoord gepleegd na eerst zijn
nichtje juffrouw Poppie van Thienen, tehebben doodgeschoten”
Terjemahan bebas:
“Sebuah drama dimainkan di sini kemarin pagi. Bpk. Henri van Thienen,
kepala kantor pos di Keboemen (Bagelen), bunuh diri setelah pertama kali
menembak keponakannya, Miss Poppie van Thienen”
Ringkasnya, Henri van Thienen,
seorang kepala kantor pos (postchef) di Kebumen, menyenangi keponakannya yaitu
Poppie van Thienen namun ditolak dan saat keponakannya menginap di rumah Nyonya
Walter di Blitar, agaknya Henri membicarakan niatannya untuk melamar dan
menikahi (te trouwen).
Akibat penolakannya, Henri
dikatakan, “loste hij op mejuvrouw van
Thienen drie revolverschoten, waarvan een het hoofd, het andere de borst trof
met terstond doodelijken afloop” (dia menembakkan tiga tembakan ke arah
nona Thienen, yang salah satunya mengenai kepala, yang lain payudara dengan
kematian segera). Demikianlah kisah dramatis tersebut berakhir.
Brievenbus Sebagai Saksi Saksi dan Monumen Sejarah
Di era digital yang telah
mendisrupsi berbagai jenis perusahaan swasta maupun pemerintah, keberadaan
kantor pos Kebumen tetap bertahan dengan melayani kebutuhan masyarakat yang
tidak hanya berkaitan dengan pengiriman surat (yang semakin menyusut
penggunanya) melainkan pengiriman paket
berupa dokumen atau barang non dokumen serta pemesanan tiket juga pembayaran
pajak.
Di areal trotoar dekat pintu
keluar kantor pos Kebumen berdiri tegak sebuah kotak pos besi berwarna kuning
yang pernah dipergunakan di era kolonial. Tidak dapat dipastikan apakah kotak pos ini berasal dari tahun 1800-an atau 1900-an. Sebuah tulisan berbahasa Belanda,
“Brievenbus” (bis surat) menjadi sebuah tempat penyimpanan sementara
surat-surat yang hendak dikirim sampai petugas akan mengambil dan
mengirimkannya.
Dalam bahasa Belanda, Brievenbus (worden.org) sendiri bermakna: "opening in de deur of busje aan de straat voor post die je krijgt" (membuka pintu atau bus di jalan untuk menerima surat) dan" bus op straat waar je post in kunt doen die je verstuurt" (bus di jalan tempat di mana Anda dapat mengirimkan surat)
Kita mungkin kerap melewatinya namun tanpa memberikan perhatian khusus terhadap tulisan yang tersemat di kotak tersebut. Terdapat pula beberapa keterangan pada badan depan tengah yaitu "Buslichting No. 1, No.2, No. 3". Sedangkan pada badan depan bawah terdapat tulisan "de lichting no" lalu ada lubang di tengah kemudian ada kalimat lanjutan "is geschied". Pada muka bus surat, ada satu lubang berbentuk lingkaran, serta ukiran flora. Pada atap juga memiliki motif flora. Pada samping badan terdapat lubang untuk memasukan surat dan untuk petugas mengambil surat yg sudah dimasukan oleh pengguna jasa pos.
Nampaknya Brievenbus ini sudah tidak difungsikan untuk saat ini. Brievenbus ini seolah menjadi
saksi perubahan zaman yang meliputi pergantian kekuasaan politik dan perubahan
komunikasi publik sejak era kolonial dan pasca kolonial (dengan media kertas dan tulisan
tangan) hingga kini era digital (dengan media surat elektronik dan media
sosial).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar