Beberapa hari lalu (21 Agustus 2019), sebuah
kegiatan bernama Jamasan dan Kirab Pusaka dilaksanakan dalam rangka Hari Jadi
Kabupaten Kebumen ke-390. Kegiatan jamasan pusaka ini untuk pertama kalinya
diadakan di pendopo Kabupaten dan diarak serta diperlihatkan publik dengan
mengitari alun-alun.
Adapun pusaka yang dilakukan
prosesi penjamasan adalah dua tombak dan satu songsong. Songsong artinya
payung kebesaran yang dimiliki oleh seseorang yang berjabatan tinggi, khususnya
dalam lingkungan kerajaan maupun pemerintahan. Keberadaan songsong telah ada di era Majapahit yang biasa disebut dengan pajeng (asal usul kata ‘payung’)
sebagaimana tergambar dalam sejumlah prasasti dan tertulis dalam kakawin. Di
era Mataram Islam dan seterusnya, payung kebesaran disebut dengan songsong.
Yang menarik untuk ditelaah dan
ditelusuri adalah, milik bupati ke berapa keberadaan songsong yang selama ini disimpan di rumah pusaka Kabupaten
Kebumen? Mengingat ada beberapa nama Aroeng Binang yang menjabat selaku Bupati
Kebumen di era kolonial. Tidak ada kepastian untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Namun demikian dalam sebuah
artikel berbahasa Belanda yang diterbitkan De Sumatra Post bertanggal 24 Oktober 1922 dengan judul, “De Uitreiking van den Gelen Songsong aan
den Regent van Keboemen” (Upacara Penghargaan Songsong Kuning Emas Untuk Bupati
Keboemen), ditemukan sebuah laporan yang menarik perihal penyerahan
penghargaan songsong kuning emas kepada Bupati Aroeng Binang oleh Mr. Van Der
Jagt selaku Asisten Residen.
Apakah keberadaan songsong yang sekarang berada di
Kabupaten Kebumen adalah milik Bupati Kebumen yaitu K.R.T. Aroengbinang yang
telah menerima penghargaan songsong pada tahun 1922? Saya sendiri belum sampai
pada posisi memastikannya. Namun kemungkinan
itu cukup mendekati kebenaran.
Setidaknya, artikel tersebut
memberikan gambaran mengenai situasi sosial politik pada tahun 1922. Saya akan
meringkaskan isi artikel tersebut kepada para pembaca. Saya bukan seorang yang expert (ahli) di bidang bahasa ini.
Namun dengan sejumlah bantuan perangkat teknologi dan dictionary (kamus) dan encyclopedie
(ensiklopedia), sejumlah kendala bahasa dapat diatas seminimal mungkin.
Artikel tersebut dimulai dengan
tiga paragraf pembuka sbb:
“Vrijdag
13 dezer had de plechtige uitreiking plaats van den gelen songsong aan den
regent van Keboemen, hetgeen gepaard ging met tredende Javaansche traditie.
De
Javaansche gala-costumes, de gamelans, de geheele kaboepaten was één droom van
Javaansche mystiek, indrukwekkend, grootsch!
Om
elf uur klonken hooger, luider op de gamelan-slagen, daar de resident van
Kedoe, de heer v. d. Jagt, binnenreed. Even eenvoudig als zijne verschijning
waren ook de woorden, tot den regent gesproken, woorden, getuigend van warme
sympathie, diep gevoel”
Terjemahan bebas:
“Pada
hari Jumat tanggal 13 ini, upacara penghargaan songsong kuning (emas) kepada
Bupati Keboemen berlangsung dengan khusyuk, dengan iringan tradisi Jawa.
Kostum
pesta Jawa, gamelan, seluruh kaboepaten berada dalam satu mimpi mistisisme
Jawa, (sungguh) mengesankan, (begitu) agung!
Pukul
sebelas, ketukan gamelan semakin tinggi dan keras, karena Residen Kedoe, yaitu
Tuan Van Der Jagt, memasuki (ruangan).
Sesederhana penampilannya demikianlah kata-kata (sambutan) yang diucapkan
kepada bupati, kata-kata yang menunjukkan simpati hangat, perasaan yang mendalam”
Tiga paragraf di atas membawa
kita pada suasana zaman kolonial dan menghantar memasuki keramaian yang luar
biasa di dalam gedung kabupaten. Selebihnya, artikel ini berbicara secara
panjang lebar mengenai isi pidato Residen Kedu bernama Van Der Jagt.
Saya tidak akan menuliskan
semua isi pidato tersebut agar tidak membosankan para pembaca melainkan pada
beberapa penggalan kalimat yang dirasa penting untuk diketahui agar kita dapat
memetakan situasi zaman itu melalui isi pidato tersebut.
Pidato dimulai dengan
pernyataan sbb:
“Mijnheer
de regent van Keboemen! Raden Adipati Aroeng Binang.
Bij
Gouvernements Besluit dd. 22 Augustus jl. No. 62, waarvan zoo juist door den
Gewestelijken Secretaris voorlezing is gedaan, heeft de regeering goedgevonden
u te begiftigen met den gelen songsong. Op mij rust de aangename plicht, heden
tot de uitreiking van dien songsong over te gaan. Gelijk ten besluite vermeld
is deze hooge en zeldzame onderscheiding u te beurt gevallen als blijk van
waardeering voor de door u bewezen diensten.
Als
regent van het ontvoogde regentschap Keboemen werd de gele songsong u
toegekend, voorafgegaan door 35 jaren—2s April 1887 zijt ge in dienst
getreden—onafgebroken dienst als bestuursambtenaar, vanaf den laagstee tot den
hoogsten rang, van af schrijver tot regent.”
Terjemahan bebas:
“Tuan
Bupati Keboemen! Raden Adipati Aroeng Binang.
Dengan
Keputusan Pemerintah tanggal. 22 Agustus No 62, yang baru saja dibaca oleh Sekretaris Daerah (Gewestelijken
Secretaris), telah menyetujui untuk memberi Anda songsong kuning (emas). Tugas
yang membanggakan terletak pada diri saya untuk (memberikan) penghargaan songsong
itu hari ini. Sebagaimana dinyatakan, penghargaan tinggi dan langka ini telah
diberikan kepada Anda sebagai tanda penghargaan atas layanan yang telah Anda
berikan.
Sebagai
seorang bupati dari kabupaten Keboemen yang telah didewasakan, songsong kuning (emas)
diberikan kepada Anda, didahului oleh 35 tahun - (sejak 2 April 1887) saat Anda
dipekerjakan – melanjutkan pengabdian sebagai pegawai negeri
(bestuursambtenaar), dari yang terendah ke yang tertinggi, dari juru tulis (schrijver)
hingga bupati (regent)”.
Dalam sambutan tersebut ada
frasa, “het ontvoogde regentschap
Keboemen” (kabupaten Keboemen yang telah didewasakan). Kebumen telah
menjadi sebuah kabupaten yang didewasakan. Apa artinya? Saya melakukan
pelacakkan mengenai istilah ontvoogding
dan diperoleh keterangan sbb:
“Na
1918 zouden op Java de Controleurs uit het binnenland worden teruggetrokken en
vervangen worden door inheemse ambtenaren. Ook de assistent-resident had geen
eigen bevoegdheden meer. In 1931 werd deze ontwikkeling deels weer
teruggedraaid: met de ‘Taakverdeling’ kreeg de assistent-resident de rol van
adviseur van de regent” (https://www.encyclo.nl/begrip/ontvoogding)
Terjemahan bebas:
“Setelah
tahun 1918, seorang Controleur akan ditarik dari pedalaman Jawa dan digantikan
oleh seorang pejabat dalam negeri. Asisten residen juga tidak lagi memiliki kekuasaan
yang penuh. Pada tahun 1931 perkembangan ini sebagian terbalik yaitu dengan
"pembagian tugas" di mana asisten residen diberi peran penasihat terhadap
bupati”.
Jika songsong yang ada di rumah
pusaka Kabupaten Kebumen saat ini adalah kemungkinan besar milik K.R.T.
Aroengbinang yang menerima penghargaan dari pemerintahan Belanda pada tahun
1922. Pertanyaan berikutnya adalah, Aroengbinang ke berapa penerima penghargaan
tersebut?
Jika mengikuti sumber website
kabupaten maupun yang tertulis di Wikipedia, akan diperoleh data sbb:
- KRT. Arungbinang IV (awal menjabat tahun 1833 dan akhir menjabat tahun 1861 bertempat di Panjer)
- KRT. Arungbinang V (awal menjabat tahun 1861 dan akhir menjabat tahun 1890 bertempat di Kebumen)
- KRT. Arungbinang VI (awal menjabat tahun 1890 dan akhir menjabat tahun 1908 bertempat di Kebumen)
- KRT. Arungbinang VII (awal menjabat tahun 1908 dan akhir menjabat tahun 1934 bertempat di Kebumen)
- KRT. Arungbinang VIII (awal menjabat tahun 1934 dan akhir menjabat tahun 1942 bertempat di Kebumen)
Jika peristiwa pemberian
penghargaan songsong kuning emas terjadi pada tahun 1922 dan pentarikhan
jabatan di atas dapat dipercaya, maka besar kemungkinan Aroengbinang ke-7
pemilik songsong emas yang saat ini tersimpan di gedung pusaka Kabupaten dan
beberapa hari lalu dijamas untuk pertama kalinya.
Keyakinan saya ini diperkuat
dengan penggalan kalimat pidato berikutnya:
“Reeds
voor honderd jaar, een eeuw gesleden, bewees uw geslacht t.w. de vierde der
Aroeng Binangs zijne diensten als regent van Pandjer, sedert Keboemen geheeten,
aan het gouvernement van Nederlandsch-Indiè”
Terjemahan bebas:
“Sudah
seratus tahun, seabad lalu, Anda terbukti
sebagai garis keturunan yang keempat dari Aroeng Binangs yang berjasa
sebagai bupati Pandjer, -yang kemudian dikenal sebagai Keboemen - kepada
pemerintah Hindia Belanda”
Jika dihitung tiga bupati
sebelumnya dengan sebutan Arung Binang dan menetap di Panjer, maka Arung Binang
IV sebagai generasi pertama wangsa Arung Binang yang memerintah di Kebumen.
Jika keseluruhan argumen dan
analisis saya benar, maka dapat disimpulkan untuk sementara ini bahwa songsong kuning yang saat ini berdiam di
rumah pusaka kabupaten adalah milik Arung Binang VII yang menerimanya dengan
perayaan megah pada tahun 1922 sebagaimana dilaporkan koran De
Sumatra Post.
Sebelum saya menutup tulisan
ini, paragraf akhir artikel berbahasa Belanda memberikan sebuah deskripsi
menarik perihal sebuah lokasi yang disebut societeit
sbb:
“De
feestmorgen verliep aangenaam en vroolijk, waarbij de dansmuziek ook het hare
bijdroeg. 's Avonds werd het feest in de soos doorgezet. Als geschenk ontving
de regent van De Europeesch ingezetenen van Keboemen een keurig zilveren
schrijfetui en dito vaas”
Terjemahan bebas:
“Pagi
itu pesta begitu menyenangkan dan menggembirakan, dengan alunan musik dansa
(tarian) turut memeriahkan. Di malam hari pesta berlanjut di soos. Sebagai
hadiah, bupati Keboemen yang mewakili pemerintahan Eropa, menerima wadah dan
vas tulisan perak yang rapi”.
Istilah “soos” menurut sebuah
ensiklopedi adalah, “1) Besloten club 2)
Besloten gezelschap 3) Besloten vereniging 4) Beslotengezelschap 5) Bond 6)
Café 7) Club 8) Club van kunstenaars 9) Clubgebouw 10) Gezelligheidscentraal”
- https://www.woorden.org/woord/soos). Artinya,
“ 1) Klub pribadi 2) Perusahaan swasta 3) Asosiasi swasta 4) Perusahaan swasta
5) Perkumpulan 6) Kafe 7) Klub 8) Klub seniman 9) Bangunan klub 10) Pusat
sosial”. Sederhananya, societeit adalah gedung tempat orang Belanda
menghabiskan waktu untuk bersantai, entah main bilyar yang pada waktu itu
diistilahkan “oemah bola” dll.
Di manakah letak societeit di Kabupaten Kebumen kala itu?
Saya tidak memiliki kepastian di mana lokasi gedung tersebut namun nampaknya
masih di kawasan gedung Kabupaten di mana pesta tersebut dirayakan. Ini bisa
menjadi kajian tersendiri yang akan dikembangkan dalam tulisan lainnya.
Kiranya tulisan awal ini dapat
menjadi sebuah introduksi atau pengantar bagi para pembaca dan peminat kajian
sejarah kewilayahan khususnya di era kolonial, sehingga kita memiliki sejumlah
gambaran kehidupan sosial politik dan sosial budaya serta sosial ekonomi yang
bermanfaat untuk mengkonstruksi masa depan sebuah kota.
** Artikel ini telah dimuat di
tautan berikut:
http://www.inikebumen.net/2019/08/songsong-kuning-di-rumah-pusaka.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar