http://irandoostan.com/dostcont/uploads/2016/07/Qeshm-Geopark-Advisor-Is-Selected-As-UNESCO-Geoparks-Council.jpg
Akhir-akhir ini kita kerap mendengar istilah Geopark yang
dihubungkan dengan lokasi yang sarat dengan situs geologis Karangsambung dan
juga Kawasan Karst Gombong Selatan. Namun apa dan bagaimanakah Geopark itu? Apa
nilai dan manfaat Geopark bagi masyarakat? Sebelum membicarakan lebih jauh
perihal pemosisian wilayah Karangsambung dan Kawasan Karst Gombong Selatan
sebagai kawasan strategis Geopark Nasional, kita akan awali dengan pemahaman
perihal konsep Geopark
Sejarah dan Konsep Geopark
Secara literal Geopark dapat diterjemahakan Taman
Geologi. Namun tidak sesederhanan itu. Semula konsep Geopark dikembangkan di Eropa
pada akhir tahun 1980an. Konsep Geopark mengacu pada wilayah yang meliputi warisan geologi
tertentu dan strategi pembangunan teritorial yang berkelanjutan (EGN, 2000). Namun
demikian setelah melewati beberapa dekade, konsep ini masih kerap menimbulkan
kesalahpahaman umum, terutama bagi sejumlah pendatang baru yang semakin banyak
mengenai hal ini, dimana konsep ini hanya dimaknai sebata, Geopark adalah
kategori baru kawasan lindung; Geopark sama dengan taman geologi; Geopark
adalah sebutan undang-undang untuk melindungi warisan geologi; Geopark hanya
tentang geologi. Sembari memberikan jawaban negatif untuk keempat pernyataan
di atas,
maka harus ditekankan peran Geopark sebagai rencana pengembangan strategis
untuk wilayah dengan warisan geologi yang signifikan yang harus dilestarikan
(Henriques et al., 2011), bersama dengan aset alam dan budaya lainnya, untuk
mendorong pembangunan berkelanjutan ekonomi masyarakat lokal melalui promosi
geotourisme dan pendidikan.
Kemudian pada tahun 2001, Executive Board of UNESCO (Dewan
Eksekutif UNESCO) pada sesi
ke-161, “menyatakan sebuah rekomendasi dari
MAB International Coordinating Council (Dewan Koordinasi
Internasional MAB)
dan bironya menentang
memasukkan program geosites/geoparks sebagai
bagian dari World Network of Biosphere” dan “memutuskan untuk mengusulkan kepada Direktur Jenderal agar tidak melanjutkan mengejar pengembangan geosites/geoparks
UNESCO, sebaliknya
untuk mendukung upaya ad hoc dengan Negara-negara Anggota yang sesuai” (UNESCO, 2001). Keputusan
ini juga disebabkan oleh keterbatasan anggaran (Eder dan Patzak, 2001) dan
menandai berakhirnya usaha pertama untuk menciptakan program geoparks di
UNESCO. Namun demikian, kemunduran ini membuka pintu bagi awal kolaborasi yang
kuat dengan European Geoparks Network
(Jaringan
Geoparks Eropa)
yang didirikan satu tahun sebelumnya (2000), tanpa hubungan formal dengan
inisiatif yang terjadi di UNESCO pada saat bersamaan.
Dengan sejumlah keberhasilan European Geoparks Network yang
berkembang dan beberapa tekanan dari komunitas geologi / geokonservasi
internasional, the Earth Science Division (Divisi Ilmu Bumi) menerima
sebuah pendirian Global Network of
National Geological Parks
(Geoparks)” atau Jaringan
Global Taman Geologi Nasional (Geoparks) yang mencari sokongan UNESCO (Zouros, 2004).
Oleh karena itu, Global Geoparks Network
(GGN), yang pada awalnya dikenal sebagai UNESCO
Global Network of National Geoparks", dibentuk pada tahun 2004 di
bawah naungan UNESCO (Eder dan Patzak, 2004) (1)
Karya UNESCO berkaitan dengan Geoparks
dimulai pada tahun 2001. Pada tahun 2004, 17 Geoparks Eropa dan 8 Geopark China berkumpul di
markas besar UNESCO di Paris untuk membentuk Global Geoparks Network (GGN) di mana prakarsa warisan geologi
nasional berkontribusi dan mendapatkan keuntungan dari keanggotaan mereka
terhadap jaringan global pertukaran dan kerja sama. Pada tanggal 17 November
2015, 195 Negara-negara Anggota UNESCO meratifikasi pembuatan label baru, UNESCO Global Geoparks, dalam Konferensi
Umum Organisasi ke-38. Hal ini mengungkapkan pengakuan pemerintah akan
pentingnya mengelola situs geologi dan lanskap yang luar biasa secara holistik.
Organisasi tersebut mendukung upaya negara-negara anggota untuk mendirikan UNESCO Global Geoparks di seluruh dunia
dengan bekerjasama erat dengan Global
Geoparks Network. Saat ini ada 127 UNESCO
Global Geoparks di 35 negara (2)
Indonesia sendiri memiliki sekitar 40 geoheritage yang tersebar di berbagai
provinsi yang dikembangkan sebagai kawasan geopark nasional, dan 6 di antaranya
telah dan akan diakui UNESCO sebagai geopark dunia. Keenam lokasi Geopark di
Indonesia itu adalah, Kaldera Danau Toba - Sumatera Utara, Merangin - Jambi,
Ciletuh-Jawa Barat, Rinjani - Nusa Tenggara Barat, Batur - Bali, Gunung Sewu –
DIY (3). Namun demikian baru dua kawasan yang sudah ditetapkan sebagai Geopark Internasional oleh UNESCO yaitu Gunung Sewu dan Batur (4)
Geopark sendiri didefinisikan sebagai,“Geopark adalah sebuah kawasan yang memiliki
unsur-unsur geologi terkemuka (outstanding) - termasuk nilai arkeologi, ekologi
dan budaya yang ada di dalamnya - di mana masyarakat setempat diajak
berperan-serta untuk melindungi dan meningkatkan fungsi warisan alam."
(UNESCO, 2004). Menurut penjelasan UNESCO, unsur utama di dalam Geopark terbagi
3 yaitu unsur Geodiversity (keragaman
geologis), Biodiversity (keragaman hayati) dan Culturaldiversity (keragaman
budaya). Tujuan dan sasaran dari Geopark adalah untuk melindungi keragaman
Bumi (geodiversity) dan konservasi lingkungan, pendidikan dan ilmu kebumian
secara luas (5). Konsep Geopark bukan hanya melulu membicarakan persoalan
geologi dan konservasi melainkan pemberdayaan masyarakat dan peningkatan
ekonomi melalui penerapan geowisata terpadu di kawasan yang ditetapkan sebagai
wilayah Geopark.
http://geomagz.geologi.esdm.go.id//wp-content/uploads/2012/03/geopark-7.jpg
Karangsambung - Karangbolong Sebagai Kawasan Potensial Geopark
Berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 6
Tahun 2010 tentang tata Ruang di kabupaten Kebumen terdapat dua kawasan lindung
geologis yaitu Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung (CAGK) dan Kawasan
Karst Gombong Selatan (KGS).
Karangsambung adalah situs geologi yang unik karena, “Karangsambung merupakan tempat pertemuan
antara lempeng samudera Hindia Australia dengan lempeng benua Eurasia. Jejak
proses tumbukkan antar lempeng yang terjadi mulai zaman Kapur sekitar 117 juta
tahun lalu bisa ditemukan di tempat ini dalam bentuk singkapan berbagai jenis
batuan dengan kenampakkan morfologinya yang menjadikan tempat ini laksana
sebuah texbook alam dimana konsep tektonik lempeng dapat dipelajari dan
dibuktikan kebenarannya” (6).
Sementara kawasan Karst Gombong memiliki keunikkan dimana
“Terdapat 9 macam jenis bahan tambang
berupa batu gamping berkualitas baik, sumber daya 389.250.000 metrik ton;
fosfat guano berkualitas sedang, sumber dayanya belum teridentifikasi; mangan
kualitas kurang baik, sumber daya ratusan ton, andesit kualitas baik dengan
sumber daya 106.130.975 m3, bentonit kualitas kurang baik, sumber daya 100.000
m3, kaolin kualitas kurang baik, sumber daya belum teridentifikasi; tras
berkualitas baik, sumber daya belum teridentifikasi; emas dan genesanya telah
teridentifikasi, sumber dayanya belum teridentifikasi; serpih bitumen kualitas
sedang, sumber dayanya belum teridentifikasi; serpih bitumen kualitas sedang,
sumber daya 7.264.176 ton batuan” (7).
Bukan hanya kandungan material di
kawasan karst Gombong Selatan melainkan sistem gua yang menyimpan kandungan
mata air yang berguna untuk kehidupan masyarakat Kebumen dan Gombong khususnya
sebagaimana hasil penelitian Masyarakat Speleologi Indonesia mencatat, “Sedikitnya ada 113 gua, 13 mata air dan 18
ponor yang menjadi bagian penting dari Karst Karangbolong (MSI, 2016)” (8).
Pentingnya sumber mata air yang tersimpan dalam gua-gua bawah tanah dipaparkan
paparan saat Simposium Nasional Karst II Lingkungan Karst Tahun 1996 di Jakarta
bahwa potensi air di kawasan ini bisa dialirkan sebagai sumber bagi PDAM yang
mampu mengalir hingga Purworejo bahkan Yogyakarta (6). Demikian pula Yoyok Tri
Setyabudi dalam artikelnya mengatakan, “Karst
Gombong Selatan telah mensuplai kebutuhan air bersih bagi ribuan penduduk di
Kecamatan Ayah, Rowokele dan Buayan melalui pemanfaatan mata air Banyumudal di
Desa Sikayu dan juga 6 mata air di Desa Candirenggo. PDAM juga memanfaatkan
mata air Banyumudal untuk kebutuhan air bersih bagi 1200 rumah tangga atau
kurang lebih 60 ribu jiwa yang tersebar di Kecamanatn Gombong, Karanganyar,
Buayan, Kuwarasan dan Puring” (10)
https://statik.tempo.co/data/2011/08/17/id_88236/88236_620.jpg
Fakta-fakta geologis di atas menjadi kekayaan yang layak
menjadi obyek konservasi Geopark agar lestari dan terlindungi. Fakta-fakta
geologis di atas baru dari aspek Geodiversity.
Jika diinventarisir di wilayah-wilayah Karangsambung dan Kawasan Karst Gombong
Selatan atau Karangbolong megandung sejumlah kekayaan dari aspek Biodiversity (kekayaan hayati) berupa
keberadaan hewan-hewan tertentu seperti kelelawar yang dapat menjamin
kelestarian hutan Bakau di Cilacap. Demikian pula dari aspek Culturediversity (kekayaan sosial
budaya) seperti tumbuhnya jenis kesenian seperti Ebleg, Jamjaneng, Menoreng, Ambeng, Cepetan dll. Berbagai keragaman
kandungan geologis, hayati dan budaya di wilayah Karangsambung dan Kawasan
Karst Gombong Selatan layak untuk diperjuangkan menjadi kawasan Geopark
Nasional.
Menuju Geopark Nasional 2018
Pemerintahan Kabupaten Kebumen melalui BAP3D (Badan Perencanaan dan Penelitian dan Pengembangan Daerah) telah
menggelar sejumlah Focus Group Discussion
(FGD) sebagai bentuk respon terhadap konsep Geopark yang telah menjadi isyu
nasional dan internasional. Beberapa kesempatan FGD sifatnya lebih pada
sosialisasi dan inventarisasi berbagai kekayaan Geodiversity, Biodiversity, Cultudiversity di kawasan Karangsambung
dan Kawasan Karst Gombong Selatan.
Pada tanggal 30 November 2017 lalu, LIPI Karangsambung
menginisiasi Focus Group Discussion
(FGD) dengan tema “Menggagas Pembentukkan
Geopark Karangsambung-Karangbolong 2017” di Hotel Candisari. Forum diskusi
ini lebih terarah dan ditujukan pada pembentukan persepsi pentingnya
memperjuangkan status Geopark Nasional dan korelasinya dengan pertumbuhan
ekonomi Kebumen sebagaimana disampaikan oleh Kepala BAP3D, Ir. Djoeanedi
Fatchuraman, MSi, “Perlu gerbong besar
untuk mengangkat perekonomian Kebumen yng salah satunya melalui wisata
Geopark”.
Perkembangan terkini pada tanggal 27 Desember 2017
Bappeda mengadakan Lokakarya Pengembangan
Geopark Nasional di Kabupaten Kebumen dengan menghadirkan sejumlah
narasumber al., DR. Oki Oktariadi (Penyelidik Utama Pusat Air Tanah dan Geologi
Tata Ruang Lingkungan Badan Geologi KESDM), DR. Singgih Saptono dan DR. Jatmiko
Setyawan (UPN Veteran Yogyakarta), Budi Martono (General Manager Gunung Sewu).
Para pembicara berusaha meyakinkan pemerintah daerah melalui Bappeda dan
sejumlah stake holder yang diundang
hadir perihal potensi dan prospek serta optimisme pengembangan Karangsambung
dan Kawasan Karst Gombong Selatan menjadi kawasan Geopark Nasional. Dalam
pertemuan tersebut ditegaskan melalui diskusi dan tanya jawab bahwa penetapan
kawasan Geopark bukan hanya berhenti di Karangsambung melainkan meliputi
Kawasan Karst Gombong Selatan.
Positioning dan Pertimbangan Sosiologis
Dalam Sosiologi dikenal istilah Social Marketing (pemasaran sosial) yang didefinisikan sebagai, “Strategi yang digunakan oleh suatu
kelompok/institusi, khususnya pemerintah, dengan tujuan untuk mengubah
kebiasaan-kebiasaan dari kelompok sosial tertentu” (11). Perencanaan
Kawasan Karangsambung dan Kawasan Karst Gombong Selatan sebagai Kawasan Geopark
Nasional 2018 tentu saja merupakan sebuah gagasan yang harus dipasarkan pada
masyarakat. Salah satu bagian yang tidak kurang penting dalam memasarkan
gagasan ini adalah Positioning. Dalam
bukunya, Positioning: The Battle for Your
Mind, Al Ries dan Jack Trout mendefinisikan positioning sebagai “what you do to the prospect’s mind” (apa
yang kita kerjakan pada benak konsumen) (12). Jadi, memosisikan suatu produk
(termasuk produk sosial) berarti kita memosisikan produk tersebut ke dalam
pikiran atau benak konsumen atau dengan kata lain Positioning adalah “tindakkan
pemasar untuk menciptakan persepsi khusus terhadap suatu produk ke dalam benak
konsumen sehingga produk tersebut terkesan unik dibandingkan produk lainya”
(13).
Kesuksesan Kawasan Karangsambung dan Kawasan Karst
Gombong Selatan sebagai Kawasan Geopark Nasional sangat ditentukan strategi social marketing melalui positioning yang dilakukan oleh semua
pihak terkait baik Pemerintahan Daerah maupun masyarakat yang berkepentingan
dengan penetapan Geopark. Salah satu positioning yang dapat dilakukan adalah
menekankan keunggulan Karangsambung sebagai bukti geologis teramati pertemuan
dua lempeng antara samudra dan benua yang hanya satu-satunya terjadi di Asia.
Penetapan Kawasan Geopark di Kawasan Karangsambung dan
Kawasan Karst Gombong Selatan bukan hanya berbicara aspek material-teknis
sebagai prasyarat yang harus dipenuhi agar mendapatkan status legitim baik dari
pemerintah pusat secara Nasional maupun Internasional melalui UNESCO namun juga
harus mempertimbangkan aspek sosiologis di wilayah yang akan dijadikan kawasan
Geopark. Diperlukan social enggineering
(rekayasa sosial) untuk mempersiapkan masyarakat melalui pelatihan dan
pemberdayaan agar mereka siap menghadapi perubahan dan perkembangan wisata di
wilayahnya. Bukan hanya mempersiapkan masyarakat namun mengantisipasi unplanned change (perubahan tidak
terencana) sebagai dampak sebuah perubahan antara lain prostitusi dan
premanisme. Sejumlah perangkat dan sistem telah dipersiapkan sebagai bentuk social control dan pelibatan segenap
masyarakat termasuk kelompok masyarakat yang dikategorikan negatif untuk
mendapatkan pekerjaan yang sepada dengan kemampuan mereka.
Demikianlah ulasan dan pandangan seputar Geopark dan
perencanaan Kawasan Karangsambung dan Kawasan Karst Gombong Selatan sebagai
Kawasan Geopark Nasional. Kiranya artikel ini bisa menjadi introduksi
(pembukaan) dan media sosialisasi dalam rangka pembentukan persepsi masyarakat
perihal pentingnya penetapan Kawasan Geopark dan bersama-sama memperjuangkan
keberhasilannya.
End Note:
(1) Maria Helena Henriques, José Brilha, UNESCO Global Geoparks: A Strategy Towards Global Understanding and Sustainability, December 2017, p. 349,351
https://www.researchgate.net/profile/Jose_Brilha/publication/321443752_UNESCO_Global_Geoparks_A_strategy_towards_global_understanding_and_sustainability/links/5a21d8b5aca2727dd87ad15d/UNESCO-Global-Geoparks-A-strategy-towards-global-understanding-and-sustainability.pdf
(2) UNESCO Global Geoparks
http://www.unesco.org/new/en/natural-sciences/environment/earth-sciences/unesco-global-geoparks/
(3) Inilah 6 Geopark Indonesia yang Makin Mendunia
http://lifestyle.liputan6.com/read/2515576/inilah-6-geopark-indonesia-yang-makin-mendunia
(4) Jaringan Geopark Indonesia Dibentuk
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/17/10/23/oy8nko284-jaringan-geopark-indonesia-dibentuk
(5) Pengertian Geopark
https://www.kanal.web.id/2016/05/pengertian-geopark.html
(6) Ir. Chusni Ansori, M.T., Geodiversity dan Geofeature Kawasan Perencanaan Geopark Karangsambung-Karangbolong, Focus Group Discussion LIPI, Hotel Candisari 30 November 2017, hal 5
(7) Chusni Ansori, Eko Puswanto, Mining Profile at South Gombong Karst Area; Procedding of International Conference and Field Seminar, Asian Trans-Disciplinary Karst Conference; Yogyakarta, March 2011; Polydoor & Faculty of Geography UGM, 2011:7-16
(8) DR. Cahyo Rahmadi, Tinjauan Speleologi dan Keanekaragaman Hayati Kars Karangbolong, Kebumen, Jawa Tengah, Focus Group Discussion LIPI, Hotel Candisari 30 November 2017, hal 2
(9) Putut Wijonarko, S.Hut, Bentang Alam Karst Karang Bolong/ Gombong Selatan: Fungsi Perlindungan Ekosistem Wilayah dan Peluang Pengembangannya, Focus Group Discussion LIPI, Hotel Candisari 30 November 2017, hal 3
(10) Yoyok Tri Setyobudi, S.Hut., Peran dan Berbagai Isu Ekologis Kawasan Karst Gombong Selatan, Diskusi Komunitas Pusaka Gombong (KOPONG), Rumah Martha Tilaar 2016, hal 1
(11) Ricardi S. Adnan, Pemasaran Sosial, Universitas Terbuka, 2017:1.7
(12) A. Rise and J. Trout, Positioning: The Battle for Your Mind, New York: Warner Books, 1986
(13) Op.Cit., Pemasaran Sosial, hal 3.33 - 3.34
Tidak ada komentar:
Posting Komentar